Bandarlampung (Netizenku.com): Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Anna Maria Tri Anggraini, mendorong DPR RI segera mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2021.
Pernyataan itu disampaikan sebagai respon atas dugaan kebocoran data pribadi 279 juta penduduk Indonesia.
\”UU Perlindungan Data Pribadi ini macet pembahasannya sejak 2016. Bahkan Presiden RI beberapa kali mendorong DPR RI untuk segera mengetok undang-undang ini,\” kata Anna Maria Tri Anggraini selaku Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN RI, Jumat (21/5), usai pertemuan dengan Plh Sekda Kota Bandarlampung, Tole Dailami, di Ruang Rapat Wali Kota.
BPKN RI bertemu dengan Pemerintah Kota Bandarlampung dalam rangka Focus Group Discussion (FGD) mendiskusikan hak kaum disabilitas khususnya di sektor transportasi dan e-commerce.
\”Di era digital ekonomi, yang terutama adalah data nasabah sering kali bocor. Sehingga bocornya data pribadi ini, penegak hukum kesulitan menerapkan sanksi tegas,\” ujar Anna.
Sanksi tegas bagi para pelaku, lanjut dia, hanya bisa diatur dalam undang-undang.
\”Terutama sanksi yang sifatnya pidana karena letaknya harus di undang-undang, tidak bisa di peraturan yang lebih rendah,\” kata dia.
Anna menjelaskan dalam melindungi hak-hak konsumen, BPKN RI memiliki tugas pokok memberikan saran, pertimbangan, dan rekomendasi.
Dari sekian banyak keluhan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk rekomendasi, diakuinya, belum memiliki daya dobrak.
\”BPKN RI dari 2005 sudah mencoba membuat semacam konsep revisi UU Perlindungan Konsumen. Tapi di 2012-2013 kembali lagi, belum dijadikan Prolegnas. Ini problem. Kami tidak bisa apa-apa,\” kata dia.
Anna menilai keberadaan BPKN RI merupakan kebijakan pemerintah yang luar biasa dan perlu diperkuat dengan memberikan kewenangan yang lebih luas seperti fungsi pengawasan dan penindakan, agar lebih efektif.
Wakil Ketua Komisi Edukasi dan Komunikasi BPKN RI, Firman Tumantara Endipraja, menambahkan terdapat 5 masalah dalam penegakan undang-undang e-commerce yakni hukum, sarana prasarana, aparat, budaya hukum aparat dan masyarakat, dan sosialisasi.
\”Walaupun kapasitas terbatas, kami mencoba mengeksplor semaksimal mungkin supaya eksistensi BPKN RI dikenal,\” ujar dia.
Firman mengatakan masih terdapat kesimpangsiuran di masyarakat terkait kewenangan BPKN RI.
\”Jadi disangkanya pengaduan ke BPKN RI itu untuk diselesaikan. Tapi kami tampung dan sampaikan rekomendasi. Kewenangan penyelesaian ada di BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen),\” kata dia.
Ketika konsumen dirugikan pelaku usaha, lanjut Firman, LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) akan memberikan pendampingan advokasi.
\”Silahkan hubungi dulu pelaku usaha. Barangkali nanti ada ganti rugi dan tidak ada sengketa. Tapi ketika ditolak atau tidak ditanggapi, detik itulah terjadi sengketa, baru kemudian ke BPSK dan pengadilan,\” tutup dia. (Josua)