Bandarlampung (Netizenku.com): Tim Pengendalian Pemeriksaan Pengawasan Pajak Daerah (TP4D) Pemerintah Kota Bandarlampung dinilai tidak profesional oleh Manager Hotel Sahid Bandarlampung, Suryadi Putra.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Lampung bersama Komisi II DPRD Kota Bandarlampung, Kamis (1/7), yang juga dihadiri pengurus PHRI Provinsi Lampung, Priyandi Irawan selaku Sekretaris Umum.
“Dari langkah-langkah negosiasi bukannya semakin dipermudah tapi semakin dipersulit. Awalnya mereka memberi ruang hingga ke Desember 2020, dalam proses negosiasi yang belum terlaksanakan sekali, dialihkan langsung ke Mei 2021,” kata Suryadi.
TP4D melakukan penyegelan atau menutup sementara Hotel Sahid Jalan Yos Sudarso pada Rabu, 23 Juni 2021. Hotel Sahid selaku Wajib Pungut tidak menyerahkan pajak yang dipungut lewat tapping box ke Pemerintah Kota sejak September 2020.
TP4D meminta Hotel Sahid selaku Wajib Pungut membayarkan pajak yang dipungut lewat alat transaksi online, tapping box, terhitung mulai September 2020-Mei 2021.
“Kami mencoba mencari jalan yang terbaik, mengajak bicara Dinas Pendapatan. Awalnya mereka menyarankan hingga ke Desember. Bayangkan Pak berapa bulan itu, sekian juta yang mesti kami bayar. Saya negosiasi, tolong dong jangan segitu. Saya hanya memohon kita itu dilepas, kami mencoba membayar 2 bulan dulu,” tutur Suryadi di hadapan anggota Komisi II yang dipimpin Agusman Arief.
Setelah membayar pajak untuk dua bulan, September-Oktober, kata dia, pembayaran selanjutnya akan diupayakan melalui schedule atau jadwal pembayaran untuk kekurangan pembayaran hingga Mei 2021.
“Langsung kami bayarkan 2 bulan, September-Oktober 2020. Untuk November-Desember 2020 hingga ke Mei 2021 melalui schedule yang ada. Kemudian setelah kami membayar, apa yang kami dapatkan? ‘Bapak harus membayar hingga Mei.’ Berubah lagi,” ujar dia.
Meski demikian, Suryadi mengatakan dirinya tetap sabar dan mengaku bersalah karena belum menyetorkan pajak yang dipungut lewat tapping box. Kemudian dia mencoba melakukan negosiasi ulang lewat Kepala Bidang Pajak BPPRD Kota Bandarlampung, Andre.
“Saya tetap sabar Pak. Kami mengaku kami memang salah. Di situ saya coba negosiasi lagi Pak. Ini Pak yang kemarin saja kita bicarakan hingga ke Desember belum tuntas masalahnya, sekarang saya harus dikuatkan membayar hingga di Mei. Lantas kami ini harus bagaimana?”
“Terakhir mereka memberikan kesepakatan, masukin poin 2021 bulan Januari, jadi November-Desember 2020 dan Januari 2021,” kata Suryadi.
Atas dasar kesepakatan itu, Selasa 29 Juni 2021, Suryadi Saputra mengatakan dirinya melakukan koordinasi dengan Kantor Pusat Hotel Sahid.
“Kata pusat, ‘Tapi sudah yakin kitanya bisa dilepas’. Akhirnya kemarin terkucurkan dana. Saya mengurus itu ke Bank Lampung sekitar pukul 14.30 Wib dan di situ Pak Andre menjanjikan akan segera dilepas oleh Tim (TP4D),” ujar Suryadi.
Pada hari yang sama, lanjut dia, pukul 16.30 Wib TP4D melepaskan segel yang dipasang di Hotel Sahid.
“Dilepas tapi kadang melalui nego-nego yang membuat kami pusing dengan hal ini, dimana juga karyawan kami belum gajian. Jujur, terpaksa kami korbankan (gaji karyawan) dulu,” ujar dia.
Suryadi berharap melalui RDP, Komisi II DPRD dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Kota untuk memberikan solusi yang terbaik bagi Wajib Pungut dalam melunasi kewajibannya terlebih pada masa wabah Covid-19.
“Kami kan (tidak setor) di 2020, belum satu tahun juga, makanya jujur saja, ya saya minta tolong dong. Saya mengiba bagaimanalah solusi terbaik, bukan kami enggak mampu, kami ada niat, yang sudah-sudah juga kami rajin membayar Pak,” kata dia.
Suryadi mengatakan Hotel Sahid merupakan salah satu hotel legenda di Kota Bandarlampung, dan selama 30 tahun berdiri tidak pernah bermasalah. Bahkan pada awal Covid-19 mewabah pihaknya tetap membayarkan pajak dari Januari-Agustus 2020.
“Kami berdiri tidak pernah ada masalah tentang hal apa saja. Dalam proses Covid-19 pun kami, Januari-Agustus, kami bayar. Covid-19 lho Pak, dengan mengais-ngais rezeki kami. Tapi selanjutnya kenapa jadi begini? Proses negosiasinya pun enggak profesional,” tutup dia.
Usai rapat dengar pendapat, Sekretaris Umum PHRI Provinsi Lampung, Priyandi Indrawan, mengatakan hotel dan restoran sebagai penyumbang PAD terbesar ketiga di Kota Bandarlampung meminta Komisi II DPRD merekomendasikan kepada Pemerintah Kota untuk melakukan pungutan secara persuasif dan bijaksana.
“Ketika belum pandemi Covid-19 kan tidak pernah ada masalah, sekarang dalam 16 bulan terakhir, bayar gaji (karyawan) saja susah, penerimaan 80% terjun bebas. Kami sedang berdarah-darah, lakukan dengan cara yang bijaklah. Pemkot mitra strategis kami lho,” kata Priyandi.
Sebagai mitra strategis, lanjut dia, pelaku dunia usaha seharusnya diperlakukan dalam posisi sejajar. Di satu sisi dijadikan sebagai objek Wajib Pungut tapi di satu sisi dijadikan rakyat jajahan.
“Lakukan dengan cara yang bijak, panggil PHRI bila perlu,” tegas dia.
Ketua Komisi II DPRD Bandarlampung, Agusman Arief, ketika ditemui di Ruang Rapat Komisi II menjelaskan pemungutan pajak oleh TP4D pada Wajib Pungut di masa pandemi Covid-19.
“Sebenarnya tidak membebani juga, sebelum pandemi sudah ada imbauan. Stikerisasi itu kan sebelum pandemi sudah ada, yang bandal ditempel (stiker) restoran ini belum bayar pajak. Itu kan sanksi moral. Tindakan penyegelan yang dinilai ekstrim oleh PHRI, artinya sudah bandal banget. Mereka (TP4D) sudah punya bukti dan data yang konkrit,” kata Agusman.
Menurut dia penyegelan yang dilakukan TP4D sudah melalui koordinasi hukum antarlembaga yang tergabung di dalamnya.
TP4D terdiri dari dari Inspektorat Bandarlampung, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Lampung, Kejaksaan Negeri Kota Bandarlampung, Polresta Bandarlampung, dan Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Bandarlampung.
TP4D melakukan penyegelan sebagai bentuk penegakan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2018 tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (E-Billing).
“Kalau sudah bandal tidak mau bayar pajak ya wajar dong. Kita juga dikejar oleh target proyeksi pendapatan Pemerintah Kota. Kalau kita tidak begitu ya risikonya (target pendapatan) tidak tercapai karena kita sudah menetapkan proyeksi pendapatan di APBD,” ujar Agusman.
Meski demikian, DPRD akan tetap memperhatikan masukan dari hotel dan restoran yang berada di bawah naungan PHRI. Melalui pertemuan tersebut, PHRI diharapkan dapat memberikan solusi kepada DPRD untuk diteruskan ke Pemerintah Kota.
“Seperti apa sih yang mereka inginkan, pendekatan persuasif atau ada terobosan lain yang lebih inovatif. Sehingga di satu sisi proyeksi pendapatan Pemerintah Kota bisa terealisasi, di sisi lain mereka (hotel dan restoran) tetap bisa beroperasi,” kata dia.
Politisi Demokrat ini berjanji akan menjadwalkan ulang pertemuan dengan BPPRD Kota Bandarlampung yang belum dapat hadir pada pertemuan tersebut. Agusman menyampaikan BPPRD berhalangan hadir karena sedang rapat bersama Wali Kota. (Josua)