Bandarlampung (Netizenku.com): KPU Kabupaten Pringsewu menggelar webinar bertajuk “Tantangan Penyelenggara Pemilu Pada Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024” secara daring (dalam jaringan), Jumat (17/9).
Diskusi ini menghadirkan anggota KPU RI, I Dewa Kadek Wiarsa Raka Sandi, sebagai narasumber dengan pemantik anggota KPU Provinsi Lampung, Antoniyus Cahyalana, dan dimoderatori oleh Imam Bukhori selaku anggota KPU Pringsewu.
Kegiatan dalam rangka sosialisasi pendidikan pemilih dan meningkatkan partisipasi pemilih ini dibuka oleh Ketua KPU Provinsi Lampung, Erwan Bustami, dan diikuti komisioner KPU Kabupaten/Kota dari Lampung dan luar Provinsi Lampung.
Dalam sambutannya, Erwan Bustami menyampaikan KPU Lampung telah melakukan pemetaan terhadap sejumlah tantangan menghadapi Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024.
Di antaranya teknis penyelenggaraan pemilu yang beririsan antara tahapan dan pelaksanaan pemilu dan pemilihan serentak 2024.
Kemudian pandemi Covid-19 yang belum bisa dipastikan kapan akan berakhir, rekrutmen penyelenggara adhoc khususnya KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia, dan akhir masa jabatan (AMJ) penyelenggara KPU Provinsi Lampung dan KPU di 15 Kabupaten/Kota se-Lampung.
“AMJ penyelenggara di KPU Provinsi berakhir 15 Oktober 2024 dan kalau pelaksanaan pilkadanya 27 November 2024, artinya satu setengah bulan sebelum pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara,” kata dia.
Sementara AMJ penyelenggara KPU Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung berakhir di 21 November 2024. “Jadi kurang lebih 7 hari dari pemungutan dan penghitungan suara,” ujar dia.
Namun menurut Erwan Bustami, tantangan signifikan KPU Lampung di pemilu dan pemilihan serentak 2024 adalah terkait dengan ketersediaan infrastruktur teknologi informasi.
Pandemi Covid-19 yang belum dapat dipastikan akan berakhir menuntut pemilu dan pemilihan serentak 2024 digelar dengan memanfaatkan teknologi informasi.
“Di Provinsi Lampung dari data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi, dari 2.435 desa se-Provinsi Lampung ada 749 desa yang blank spot,” kata dia.
Berdasarkan pengalaman pada pelaksanaan Pilkada 2020 lalu, tutur dia, ada beberapa daerah yang kesulitan mengoperasikan aplikasi SIREKAP (Sistem Informasi Rekapitulasi) di tempat pemungutan suara (TPS) karena pengaruh sinyal.
“Mudah-mudahan, ke depan, daerah-daerah blank spot ini infrastrukturnya dapat difasilitasi oleh pemerintah,” tutup dia.
Tahapan Pemilu dan Pemilihan Berbasis Teknologi
Ketua Divisi Sosialisasi, Pedidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Lampung, Antoniyus Cahyalana, dalam pemaparannya mengatakan penyelenggara menggunakan sistem teknologi informasi dalam setiap rutinitas kegiatan dan pelaksanaan tahapan pemilu.
1. SIDALIH (Sistem Informasi Data Pemilih)
2. SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik)
3. SIDAPIL (Sistem Informasi Daerah Pemilihan)
4. SILON (Sistem Informasi Pencalonan)
5. SILOG (Sistem Informasi Logistik)
6. SIDAKAM (Sistem Informasi Dana Kampanye)
7. SIREKAP (Sistem Informasi Rekapitulasi)
8. SIAKBA (Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Ad hoc).
“Penyelenggara pemilu mesti menjadi bagian yang memanfaatkan teknologi guna mendorong penyelenggaraan pemilu dan pemilihan yang berkualitas dan berkemajuan berbasis informasi teknologi,” ujar dia.
Antoniyus mengatakan kemajuan teknologi tidak bisa dihindarkan sehingga perlu disiapkan infrastruktur dan suprastruktur penunjang atau teknologi justru menjadi bagian dari masalah mewujudkan penyelenggara pemilu yang profesional dan menjunjung integritas.
“Kalau kita menghendaki setiap tahapan penyelenggaraan itu berbasis teknologi menuju era demokrasi virtual atau digital mesti disiapkan infrastruktur dan suprastruktur yang menunjang,” kata dia.
Perlu Upaya Kreatif Penyelenggara
Anggota KPU RI Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan KPU tidak bisa hanya menggantungkan diri pada kondisi keterbatasan infrastruktur.
“Saya yakin teman-teman di kabupaten/kota sudah memiliki pemahaman dan pemetaan tentang kondisi daerah masing-masing. Namun, agar sosialisasi tidak monoton maka upaya-upaya kreatif sepanjang tidak bertentangan dengan aturan yang ada, dalam pandangan saya dapat dilakukan,” kata dia.
Bentuk-bentuk lain sosialisasi pendidikan pemilih, lanjut dia, diatur dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sodiklih Parmas (Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat).
“Misalnya bahan sosialisasi, alat peraga sosialisasi, kemudian inovasi-inovasi sesuai dengan kearifan lokal setempat bisa dilakukan,” ujar dia.
Mantan Kooordinator Divisi Hukum Data dan Informasi Bawaslu Provinsi Bali ini mengisahkan pemungutan suara ulang (PSU) di Kabupaten Boven Digoel, Papua, yang memiliki kondisi medan berat pada 24 Juli 2021 lalu.
“Jadi sosialisasi dilakukan lewat radio, bahan-bahan sosialisasi disiapkan oleh KPU dengan berkoordinasi para tokoh adat dan tokoh masyarakat. Disampaikan di masjid dan gereja. Karena ini sosialisasi tentu dimungkinkan tapi kalau untuk kampanye, di tempat ibadah tidak boleh dilakukan kampanye,” tutur dia.
Terhadap sistem teknologi informasi, lanjut Raka, KPU sedang berupaya melakukan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap infrastruktur maupun sistem teknologi informasi yang digunakan.
“Pemanfaatan informasi teknologi bisa saja dikerjakan secara offline dulu, kemudian jika ada sinyalnya, upload data,” kata dia. (Josua)