Bandarlampung (Netizenku.com): Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Lampung mengimbau masyarakat agar hemat air dan tidak membakar lahan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dalam siaran pers melalui laman lampung.bmkg.go.id disebutkan puncak musim kemarau di Provinsi Lampung diprakirakan terjadi pada bulan Agustus dan September 2021.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri, mengatakan beberapa wilayah di Lampung kerap terjadi kebakaran hutan dan lahan setiap musim kemarau.
“Bukan cuma kawasan hutan yang terbakar tapi lebih didominasi oleh perkebunan-perkebunan skala besar yaitu perkebunan tebu ketika melakukan aktifitas pemanenan,” ujar Irfan ketika dihubungi pada Rabu (28/7).
![Banjir Bandarlampung Disebabkan Hilangnya Lahan Resapan Air](http://netizenku.com/wp/assets/uploads/2021/02/20210217_143137_compress32.jpg)
Pemanenan tebu di perkebunan perusahaan besar kerap menggunakan teknik pembakaran lahan yang hampir setiap tahun terjadi.
“Mereka berdalih undang-undang perkebunan juga tidak melarang melakukan pembakaran. Yang dilarang itu membakar untuk pembukaan lahan atau land clearing,” ujar dia.
Namun hal itu, lanjut Irfan, tidak bisa dilihat secara parsial dari peraturan perundang-undangan saja, harus dilihat secara komprehensif dari dampak atau akibat pembakaran kebun tebu tersebut.
“Salah satu potensinya adalah penyakit gangguan pernapasan tapi kendala kita untuk mengidentifikasi sejauh mana penyakit pernapasan itu dialami oleh masyarakat sekitar perkebunan harus berdasarkan data-data kesehatan masyarakat,” kata dia.
Irfan menyayangkan tidak semua masyarakat yang bermukim di sekitar perkebunan memeriksakan dirinya di fasilitas kesehatan untuk mendeteksi adanya penyakit gangguan pernapasan.
“Dalam setiap kesempatan kita selalu menyampaikan kepada pihak perusahaan untuk perubahan metode pemanenan dengan cara tidak dibakar,” ujar dia.
Menurut Irfan, metode pembakaran lebih menguntungkan pihak perusahaan karena hemat biaya, hemat pekerja, dan disinyalir bisa meningkatkan kualitas tebu yang dipanen.
“Perusahaan harusnya bisa melakukan cara konvensional dengan ditebang oleh manusia atau memanfaatkan teknologi mesin panen,” kata dia.
Memasuki puncak musim kemarau di Provinsi Lampung, Irfan meminta semua pihak harus melakukan langkah-langkah antisipasi karena hal-hal sepele bisa menimbulkan kebakaran lahan.
Apalagi sejauh ini, kata Irfan, belum pernah ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan.
“Di 2019, yang sempat diproses oleh Polda tidak ada kabar keberlanjutan terkait pembakaran lahan di PTPN pada waktu itu,” kata dia. (Josua)