Pesawaran (Netizenku.com): M Alzier Dianis Thabranie calon anggota DPD RI dapil Lampung, mendatangi Mapolres Pesawaran. Kedatangannya untuk konfrontasi terkait penjualan tanah adat tanpa izin yang dilakukan oleh Wendi Melfa yang pada saat itu menjabat selaku Wakil Bupati Lampung Selatan dan Mustika Bahrum anggota DPRD Pesawaran, yang pada saat itu sebagai pengurus Partai Golkar.
Kasus ini dilaporkan ke polisi oleh Mualim Taher yang diberi kuasa oleh Alzier enam bulan yang lalu.
Menurut Mualim Taher, Alzier mengatakan permasalahan ini sebelumnya telah dilaporkannya ke pihak Polres Pesawaran terkait penjualan tanah adat yang berada di Dusun Suka Marga Desa Gedongtataan tahun 2005 silam. Dan saat ini di atas tanah tersebut telah berdiri Rumah Sakit Umum Daerah Pesawaran.
\”Kasus ini sebelumnya sudah pernah saya laporkan ke polres dan hari ini (kemarin,red) akan dilakukan konfrontir untuk dipertemukan antara saksi-saksi, baik itu saksi pelaku maupun saksi yang mengetahui,\” kata Mualim di Polres Pesawaran, Rabu (6/2).
Kalau pun nanti mereka (Wendi dan Mustika) tidak dapat hadir, ditegaskan Mualim bisa disimpulkan dari kedua orang tersebut ada yang disembunyikan terkait masalah ini. \”Kalau tidak datang berarti mereka ada yang disembunyikan jadi Wendi dan Mustika harus datang dong. Kalau mereka tidak datang, kenapa meraka harus menghindar karena status Mustika dan Wendi ini sudah berstatus terlapor,\” ucapnya.
Pihaknya berharap, terkait permasalahan ini kepolisian agar dapat segera ditingkatkan status terlapor sebagai tersangka. \”Kasus ini sudah berjalan 6 bulan yang lalu dan kita juga mendesak kepada pihak kepolisian agar ditingkatkan untuk dapat menetapkan nya sebagai tersangka, apa bila perlu ditahan,\” pintanya.
Sementara itu, M Alzier Dianis Thabranie saat berada di ruangan Kasat Reskrim Polres Pesawaran menambahkan, kedatangannya memenuhi undangan terkait laporannya.
Dirinya menceritakan sekitar 15 tahun yang lalu, dirinya melakukan rapat adat untuk membeli tanah adat bersama Dalom Dani di Dusun Suka Marga Desa Gedongtataan, agar dapat dibangunkan rumah adat dengan luas lahan 1 hektar dengan nilai Rp150 juta.
\”Kenapa dipilih di dusun tersebut, karena dekat dengan perkantoran Pemkab Pesawaran dan juga berdekatan dengan tanah kelahiran saya. Akan tetapi, tiba-tiba tanpa pemberitahuan dan persetujuan dari saya selaku pemberi hibah tanah tersebut sudah dipindahkan di Kota Dalom Waylima dan sudah dibangun gedungnya di sana. Karena saya tahunya tanahnya sudah disitu kok bisa dipindahkan di sana yang harganya lebih murah,\” sesalnya.
Terjadi pindahnya tanah adat tersebut ini lantaran adanya kerjasama antara Wendi Melfa dan mantan Bupati Pesawaran Aries Sandi pada masa itu. \”Ini akibat ada kong kali kong Wendi Melfa dan Aries Sandi. Kok bisa dijual tanpa seizin saya? yang belikan saya?. Itu kan yang buat beli bukan duit nenek moyangnya Wendi atau Mustika Bahrum. Itu duit saya untuk adat, kok tanpa seizin saya tanah itu bisa pindah yang katanya sudah seizin saya. Mana ada istilah hukum ada istilah katanya harus ada faktanya dong, asumsi mana bisa yang namanya hukum harus pakai fakta,\” ungkap Alzier.
Pihaknya berharap terkait hal ini, kepolisian dapat segera mengusut tuntas. \”Harapan saya kalau bisa ditangkaplah yang maling ini dan diusut hingga tuntas kalau sudah fakta hukumnya dan jelas, ya mau apalagi,” pungkasnya.
Sayangnya, hingga hampir beberapa jam berlalu pihak-pihak yang akan dilakukan konfrontasi seperti Wendi dan Mustika Bahrum tidak kunjung. Yang nampak hanya Firman Rusli Plt Kadis PU-Pera Pesawaran yang pada saat itu menjabat sebagai sekretaris adat yang setatusnya sebagai terlapor.
\”Kedatangan saya ini berdasarkan surat panggilan dari polres untuk dilakukan konfrontasi mengenai kebenaran pemindahan tanah balai adat yang semula di Dusun Suka Warga yang kini pindah ke Way Awi. Karena setelah dikonfrontir oleh bang Alzier dia tidak pernah memerintahkan ke saya melalui Wendi dan Mustika agar memindahkan tanah adat tersebut. Jadi dalam permasalahan ini saya yang dituduh seakan-akan saya yang memindahkan tanah itu,\” jelasnya.
Dijelaskan dia pada tahun 2005 lalu saat dirinya masih berstatus sebagai sekretaris adat, diberi kepercayaan untuk membeli lahan untuk tanah adat oleh Alzier yang pada waktu itu menjabat selaku ketua Partai Golkar dengan menyerahkan uang sebesar Rp150 juta, untuk dibelikan tanah adat di Suka Marga dengan luas 1 hektar.
Namun entah kenapa tiba-tiba dirinya ditemui oleh Mustika agar memindahkan tanah adat tersebut atas perintah Wendi Melfa yang katanya sudah berdasarkan persetujuan Alzier. \”Ternyata itu bukan perintah dia dan Bang Alzier merasa dirugikan karena dia tidak pernah memerintahkan tetang hal itu. Beli tanah kok ga ada pembicaraan kata Bang Alzier. Kenapa saya bisa di sini karena saya salah satu yang dituduhkan oleh Bang Alzier bahwa saya yang menjual, padahal pada saat itu saya menjual atas perintah Wendi dan Mustika atas persetujuan Bang Alzier. Jadi saya juga gak tau siapa yang berbohong pada saat itu,\” urainya.(Soheh)