Bandarlampung (Netizenku.com): Pemerintah Kota Bandarlampung harus mengedukasi masyarakat terkait pentingnya pajak untuk pembangunan daerah.
Salah satunya dengan menyosialisasikan manfaat penggunaan alat tapping box yang dipasang pada Wajib Pajak seperti tempat parkir, rumah makan, restoran, hotel, dan tempat hiburan.
Alat tapping box digunakan sebagai pembanding terhadap laporan omset yang dilaporkan secara online oleh Wajib Pajak kepada Pemerintah Daerah melalui Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD).
Hal itu disampaikan Dosen Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila), Marlia Eka Putri.
“Mungkin masyarakat kita juga baru tahu masalah tapping box itu kalau baca berita. Apa itu tapping box, bentuknya kayak apa, mungkin mereka belum tahu,” kata Marlia saat dihubungi Netizenku.com pada Kamis (10/6) malam.
Menurut dia, Pemerintah Kota perlu menambah upaya sosialisasi dengan membuat reklame atau spanduk yang menjelaskan tentang hal tersebut untuk membangun kesadaran masyarakat.
“Supaya sanksi sosialnya lebih efektif. Kesadaran masyarakat kita kurang. ‘Saya enggak bayar juga enggak ada pengaruhnya.’ Pemikiran seperti itu yang harus diubah,” ujar dia.
Pada Selasa (8/6) lalu, Tim Pengendalian Pemeriksaan Pengawasan Pajak Daerah melakukan penyegelan tempat usaha di 4 titik yaitu Bakso dan Mie Ayam Son Hajisony Jalan Woltermongonsidi No 42A, Rumah Makan Begadang Resto 2, Rumah Makan Padang Jaya Jalan Jenderal Sudirman, dan Geprek Bensu Kedaton.
Keempat rumah makan tersebut ditutup sementara karena tidak memaksimalkan penggunaan tapping box meski telah disediakan Pemerintah Kota Bandarlampung dan diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2018.
Tapping box merupakan terobosan KPK yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kebocoran pajak.
“Untuk yang bandal-bandal itu tahap selanjutnya ditegur dulu. Beberapa kali ditegur masih juga enggak, diberikan sanksi berdampak sosial seperti memasang banner, Restoran Ini Belum Membayar Pajak, kayak di Pajak Reklame,” kata dia.
Pemasangan banner tersebut, ujar Marlia, juga merupakan salah satu bentuk sanksi administrasi.
“Dengan harapan kalau ada pembeli yang masuk ke restoran dan melihat banner tersebut, Enggak usahlah makan di sini pajak kita enggak disetorkan,” tutur dia.
Namun Marlia menilai hal itu tidak memberikan efek seperti yang diharapkan karena masyarakat sendiri tidak paham akan Pajak Restoran.
Marlia mengatakan pengawasan masyarakat sangat diperlukan dan harus berperan aktif sebagai bentuk kepedulian pada daerahnya.
Salah satu peran aktif pengawasan masyarakat adalah dengan memberikan teguran langsung kepada kasir restoran atau rumah makan yang tidak menggunakan tapping box.
“Sebenarnya Pajak Restoran itu kan yang bayar bukan pengusaha restoran, kita pembeli yang makan di situ, sepuluh persen. Restoran punya kewajiban untuk meneruskan ke kas daerah. Jadi inilah bentuk korupsinya tadi menurut KPK sehingga berinisiatif untuk dipasangi (tapping box),” kata Marlia.
“Cuma memang harus dibangun kesadaran itu, harus diedukasi tujuannya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, dan dinikmati bersama,” lanjut Marlia.
Selain menggugah kesadaran Wajib Pajak dan kepedulian masyarakat, kata dia, pemerintah juga perlu lebih membuka diri.
“Kesadaran pajak rendah mungkin karena merasa kurang percaya juga sama pengelolanya. Walaupun sebenarnya pemerintah punya website, semua dishare di situ untuk transparansi,” tutup dia. (Josua)