Setelah resmi ditetapkan sebagai salah satu dari 10 Desa Pemajuan Kebudayaan se-Indonesia, Desa Budaya Bumi Lebu Pekon Tenumbang, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Pesisir Barat, bersiap menggelar Ngejalang Fest 2025 dengan tema “Tayuh Budaya Pesisir.”
Negeri Ratu Tenumbang (Netizenku.com): Sang Inisiator, Ricard Sambera menjelaskan Ngejalang Fest 2025 lahir dari kebutuhan untuk memperkuat kembali identitas masyarakat pesisir. Ia menegaskan budaya pesisir memiliki karakter terbuka dan kuat, serta kaya akan akulturasi, sehingga penting untuk dijaga melalui kegiatan yang melibatkan masyarakat secara langsung.
“Ngejalang Fest bukan hanya festival, tetapi juga ruang untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang mulai tergerus,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Festival ini kata dia mendapat dukungan penuh dari Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Bina SDM, Lembaga, Pranata Kebudayaan, Ditjen Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan. Dukungan ini menjadi penguat Bumi Lebu memiliki potensi besar sebagai desa budaya percontohan di wilayah Sumatra bagian selatan.
Ngejalang Fest 2025 akan digelar pada 1–2 Desember 2025 di Desa Budaya Bumi Lebu, Pekon Negeri Ratu Tenumbang. Ricard menyebut empat agenda utama yang menjadi sorotan, yakni Himpun Adat Marga Tenumbang, Museum Ruang Tamu, Ngumbai Atakh, dan Panggung Seni Kelasa Muloh Tungga. Menurutnya, kegiatan-kegiatan ini dipilih sebagai bentuk mitigasi budaya untuk memastikan tradisi tetap hidup dan diwariskan kepada generasi muda.
Pada hari pertama, acara yang akan digelar meliputi Museum Ruang Tamu, Himpun Adat, lomba permainan tradisional, Pekan Kanikan dan Kerajinan, serta Panggung Seni Kelasa Muloh Tungga. Sementara pada hari kedua, masyarakat akan disuguhkan Ngumbai Atakh, sarasehan budaya Pesisir, Pekan Budaya Pesisir, lomba permainan tradisional, dan Kelasa Muloh Tungga hari kedua.
Ricard berharap pelaksanaan Ngejalang Fest 2025 mampu menjadi momentum kebangkitan budaya pesisir. Ia menambahkan, masyarakat kini semakin sadar budaya bukan sekadar warisan, tetapi juga identitas yang harus terus dirawat.
“Kami ingin kegiatan ini menjadi inspirasi bagi desa-desa budaya lainnya agar tetap menjaga akar tradisi,” tutup Ricard. (*)








