Bandarlampung (Netizenku.com): Pesan “jangan telat makan” kiranya tak hanya mujarab untuk menjaga stamina dan kesehatan semata. Begitu istimewanya rutinitas makan, sampai-sampai tokoh seperti Joko Widodo pun menjadikan seremonial ini sebagai “senjata pamungkas”. Tapi perlu diingat, tak ada makan siang gratis di politik!
Bicara diplomasi meja makan, kita memang tak bisa mengabaikan cerita Jokowi dan jamuan-jamuannya. Tengok saja jejak digital. Ada banyak cerita penting yang terlahir dari jamuan makan yang dihelatnya. Saking yakin pada kemujaraban jurus tersebut Jokowi tercatat pernah melangsungkan perjamuan makan hingga puluhan kali hanya untuk memperoleh anggukan kepala -tanda setuju- dari para tamu yang dijamunya.
Cerita itu terjadi ketika dirinya masih menjadi Walikota Solo, jabatan sama yang kini masih diemban anaknya; Gibran. Kala itu Jokowi berencana memindahkan pedagang kaki lima dari Taman Banjarsari ke Pasar Klitikan. Jamuan makan siang pun digelar. Sebelas paguyuban yang mewakili 989 PKL diundang.
Makan siang pertama tak membuahkan hasil. Anggukan kepala dari para perwakilan PKL tak diperoleh Jokowi. Tak patah arang, jamuan makan siang kedua dihelat kembali. Persetujuan tetap belum didapat. Tak kapok, makan siang ketiga, ketiga puluh, bahkan keempat puluh kalinya telah digelar. Lagi-lagi para perwakilan PKL tak bergeming. Mereka bersikukuh tetap berdagang di lokasi awal.
Menanggapi itu, emosi Jokowi tak lekas tersulut. Agaknya, dia memang bukan tipikal “sumbu pendek”. Keras Kepalanya para pedagang tak lantas diladeni dengan pengerahan Pol PP, misalnya. Jokowi juga tidak cepat pundung menyikapi para perwakilan PKL yang sudah puluhan kali menyantap ludes sajian yang dihidangkan, tapi tetap juga pelit menunjukkan tanda setuju.
Namun siapa nyana, kalau ternyata tepat pada makan siang ke-54 kali barulah anggukan kepala mereka dilihat Jokowi. Para peragang akhirnya bersedia direlokasi. Setelah itu tak ada lagi makan siang buat mereka di Balai Walikota.
Jurus menggelar menu makanan untuk agenda santap siang terus berlanjut ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI. Dia tercatat pernah mengundang warga Petukangan, Jakarta Selatan, ke rumah makan Padang. Hasilnya, konflik penggusuran rumah warga oleh proyek Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road West 2 (JORR W2), rampung tuntas sebelum warga beringsut meninggalkan rumah makan bernama Putra Minang itu.
Jokowi juga pernah memperlihatkan khasiat jamuan makannya saat mengundang 18 warga yang berperkara dengan proyek pengerukan Waduk Pluit di Jakarta Utara. Selang sejurus kunyahan terakhir para warga menyantap hidangan yang disajikan, persoalan Waduk Pluit pun spontan kelar dituntaskan Jokowi. Sebagai penutup pertemuan, para warga yang sebelumnya berang, kini malah foto bersama Gubernur DKI dengan mimik semua tersenyum. Sumringah.
Pun demikian saat nyaris sepuluh tahun berdiam di Istana Kepresidenan. Jokowi masih acapkali menggelar jamuan makan. Tentu ada pula jamuan-jamuan khusus yang dimaksudkan sebagai ajang diplomasi. Jamuan makan fenomenal yang belakangan ini dihelat ialah ketika Jokowi mengundang ketiga kandidat calon presiden.
Kendati ada banyak kesimpulan yang memaknai jamuan makan tersebut, namun satu hal sudah bisa dipastikan. Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi yang mengawali karir politik persis seperti jalur yang ditempuh Jokowi, diyakini pendukung dan hasil hitung cepat pilpres telah didapuk sebagai Wakil Presiden RI berpasangan dengan Prabowo. Dan salah satu program unggulan pasangan ini adalah makan siang gratis bagi pelajar. Mirip jurus pamungkas Jokowi. Nyamiii… (Hendri Std)