Oleh: Iwa Perkasa
SENASIB sama dengan Ketua DPW NasDem Lampung, Herman HN, Arinal juga tidak berjaya di rumahnya sendiri. Dua tokoh besar di Lampung ini dipaksa legowo oleh bos partainya masing-masing untuk tidak melaju sebagai calon gubernur Lampung.
Meski Mahkamah Konstitusi telah memberi jalan bagi Partai NasDem dan Golkar untuk mengusung cagub sendiri, dua partai tersebut tetap larut dalam skenario politik pemusatan kekuasaaan oleh Koaliasi Indonesia Maju (KIM).
Ketum NasDem Surya Paloh sepertinya tidak akan mengubah dukungannya dari Mirza ke Herman HN.
Lagi pula, Herman HN sepertinya sudah ikhlas, legowo menerima. Bahkan ia menyatakan akan memberikan dukungan sekuat tenaga memenangkan Mirza, kader Partai Gerindra.
Bagaimana dengan Arinal?
Sulit menjelaskan, sebab, terlalu kering informasi dari Partai Golkar dan dari Arinal sendiri.
Tetapi rasa-rasanya, tentulah Arinal merasa gundah gulana. Hati siapa yang tak patah, ketika hasrat dan niat melaju ke periode kedua gagal segagal-gagalnya.
Ketum Golkar Bahlil kok tega, mematahkan niat petahana, dengan mengusung Mirza-Jihan. Padahal sebelumnya Arinal sudah mengantongi dukungan dari Ketum Golkar sebelumnya, Airlangga.
Perubahan kepemimpinan di Partai Golkar dari Airlangga ke Bahlil telah memberi efek buruk kepada sang penggagas Kartu Petani Berjaya (KPB).
Anehnya, kegagalan Arinal dan juga ‘kelucuan’ yang dipertontonkan oleh Partai Golkar tidak banyak direspon oleh politisi Golkar di Lampung.
Kebanyakan kader bungkam. Arinal pun diam.
Sebuah status WhatsApp seorang teman menuliskan, “Elit lokal karbitan oligarki tumbang mudah, bahkan tanpa emosi dan sepi komentar.#takdianggap”
Status satir tersebut semestinya bisa menjadi pelajaran bagi Arinal untuk menimbang-nimbang arah ke depan.
Mau ngapain. Apakah akan menjadi penonton, mendukung dan menyaksikan kemenangan pesaing. Atau buka baju, mencari rumah lain.(*)