Masih ingat jalan yang dilakoni Arinal Djunaidi untuk bisa maju kembali dalam kancah pilgub Lampung? Ya, berliku dan terjal. Kalau tak mau menyebut tragis.
(Netizenku Network): BIARPUN sudah mantan gubernur, tapi Arinal masih pemimpin DPD Golkar Lampung. Posisi mentereng di kancah politik lokal. Berbanding lurus dengan kapasitas itu menjadi mafhum kalau Ketum Golkar sebelumnya sempat merekomendasikan dia untuk kembali maju pilgub. Terlebih Arinal adalah petahana.
Tapi politik, katanya, dinamis. Konstelasi pergantian pucuk pimpinan Partai Golkar turut berimbas pada nasib Arinal. Kendati sempat diberi angin akan didukung, belakangan Partai Beringin justru membelokkan arah angin dukungan ke kubu sebelah; Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela yang diusung Partai Gerindra.
Banyak kalangan nyinyirin situasi ini. Tidak sedikit pula yang menyebut Arinal gigit jari ditinggal sendiri. Tapi alangkah terkejut sejadi-jadinya pihak tersebut, manakala nama Arinal mendadak digadang-gadang DPD PDI Perjuangan Lampung.
Partai berlambang Banteng Moncong Putih ini, seakan ketiban pulung ketika MK merilis keputusan Nomor 60 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Bila sebelumnya PDI Perjuangan perlu berkoalisi, kini partai tersebut bisa melenggang mengusung sendiri jagoannya di pilgub Lampung.
Restu Megawati dikalungkan pada Arinal Djunaidi dan Sutono (kader PDI Perjuangan). Mereka kemudian menyebut diri sebagai pasangan Ardjuno (akronim nama keduanya).
Lho kok Arinal? mungkin demikian pertanyaan yang menggantung di benak banyak orang.
Apakah ini juga layak dibilang bahwa politik memang dinamis. Terus bergerak. Bahkan terkadang bak bola liar. Tak mudah buat diprediksi oleh sekelas pengamat politik sekalipun.
Atau boleh jadi ini yang disebut oleh orang Jawa sebagai fenomena “Bejo”. Secara harfiah kata bejo bermakna lebih dari sekadar beruntung. Bisa juga disebut hokinya Arinal.
Menempelkan julukan bejo pada Arinal bukan tanpa alasan. Bukan pula baru kali ini publik merasakannya. Kalau mau membuka lembaran cerita sebelumnya, orang Lampung tentu ingat ketika tiktoker Bima Yudho Saputro atau lebih familiar dipanggil Bima membuat heboh jagat maya. Dia menggugat peran pemerintah daerah yang membiarkan infrastruktur di Lampung rusak parah.
Tak pelak sasaran tembaknya tiada lain Arinal Djunaidi yang kala itu masih menjabat sebagai gubernur. Bola panas digelindingkan ke arahnya. Tak tinggal diam, Arinal pun merespon. Dia coba menguraikan duduk persoalan mengapa infrastruktur di Lampung belum maksimal diperbaiki.
Menurutnya, ketika awal menjabat gubernur pada 2019 posisi APBD Lampung sedang tidak baik-baik saja. Nilai defisit yang ditanggung tak kurang dari Rp1,7 triliun. Beban ini merupakan hutang Dana Bagi Hasil (DBH) kepada pemerintahan kabupaten/kota.
Diakuinya, ketika itu dia dihadapkan pada pilihan dilematis antara dua opsi. Mau menggunakan anggaran untuk membangun, termasuk di dalamnya memperbaiki infrastruktur, atau menunaikan kewajiban membayar hutang ke kabupaten/kota. “Saya menjatuhkan pada pilihan kedua,” ucapnya tempo hari.
Dengan pertimbangan bila daerah memperoleh dana tambahan, geliat pembangunan di kabupaten/kota bisa berlangsung. Kalau pembangunan di daerah-daerah bergulir, maka Lampung ikut berkembang. Bukankah Lampung merupakan himpunan pemerintahan kabupaten/kota. Daerah maju, Lampung ikut maju. Setidaknya begitu benang merah dari pertimbangan Arinal.
Namun proses itu kiranya tidak berjalan mulus. Sebab keburu datang Covid-19. Bencana pandemi yang membikin bergidik manusia penghuni dunia. Segala daya upaya pun dikerahkan untuk menanggulangi wabah tersebut. Sebagian anggaran Lampung lantas dikerahkan bagi penanganan. Alhasil, bayar hutang DBH baru tuntas 2022. “Setelah itu baru hati lega,” ujar Arinal mengenang kisah lalu.
Tak pelak kegaduhan ini sampai ke telinga Presiden. Di luar dugaan Jokowi membuat rencana turun ke Lampung. Lagi-lagi banyak pihak menduga Gubernur Arinal bakal mendapat catatan keras dari presiden. Tapi dugaan bahkan terawangan seorang cenayang pun bisa meleset.
Jokowi memang memberi catatan pada Lampung. Namun bukan catatan khusus buat Arinal. Sebaliknya pemerintah pusat mencatat akan menggelontorkan dana buat membantu perbaikan infrastruktur Lampung. Nilainya terbilang fantastis. Rp 800 miliar untuk perbaikan 15 ruas jalan rusak.
Mendengar itu Arinal sontak senyum riang. Sebaliknya, ada juga kalangan yang geleng-geleng kepala tak mengerti, betapa mujurnya seorang Arinal. Kembali terbukti predikat bejo memang layak disematkan pada Arinal. Keberpihakan nasib selalu datang disaat-saat krusial dalam perjalanan karirnya.
Bicara perihal perjalanan karir Arinal, termasuk karir politiknya, dalam waktu tidak terlalu lama akan ada lagi fenomena krusial itu. Apalagi kalau bukan pilgub 27 November mendatang dimana dia turut menjadi kontestan. Apakah bejo, hoki atau keberuntungan itu akan kembali merundungnya?
Boleh jadi semua yang diutarakan di atas memang pantas disebut sebagai bejo. Tapi istilah bejo ternyata bukan bermakna sekadar ongkang-ongkang kaki lalu mendadak ketiban durian runtuh.
Sebab dalam filosofi Jawa, ada unsur perjuangan sebelum seseorang bertemu “bejo”. Orang Jawa memaknai bejo tidak secara sedangkal. Dalam pemahaman tradisi Jawa, “bejo” merupakan perpaduan antara kerja keras, doa dan momen yang tepat. Nah, lho.
Jadi jangan pernah menganggap remeh pada sosok yang akrab dengan bejo. Karena sangat mungkin dia mampu membalikkan keadaan pada momen menentukan, sambil membuat banyak orang terperangah! (*)