Bandarlampung (Netizenku.com): “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”
Siapa yang tidak pernah mendengar quote yang kerap Kita dengar itu. Betul, quote tersebut hasil rajutan kalimat Pramoedya Ananta Toer, maestro sastra Indonesia, yang telah melahirkan sebuah mahakarya berjudul Bumi Manusia. Novel itu tak ubahnya mesin waktu yang membawa kita ke realitas kelam kolonialisme Belanda di Hindia Belanda.
Melalui kisah Minke, seorang pribumi terpelajar, Bumi Manusia menjadi lensa untuk melihat penindasan dan diskriminasi yang merajalela pada masa itu.
Minke, dengan kecerdasan dan semangat mudanya, harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Sebagai pribumi, ia tak ubahnya warga kelas dua di tanah kelahirannya sendiri. Ia dipaksa tunduk pada sistem yang menindas dan merampas harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Namun, di tengah tekanan dan ketidakadilan, Minke menemukan secercah harapan dalam diri Annelies, gadis Indo-Eropa yang baik hati dan penyayang. Cinta mereka, yang dibumbui perbedaan ras dan status sosial, menjadi simbol harapan dan kekuatan dalam menghadapi penindasan.
Bumi Manusia tak hanya berkutat pada kisah personal Minke. Novel ini seakan menjadi corong bagi rakyat Indonesia yang terjajah. Ia membangkitkan rasa nasionalisme dan semangat perlawanan terhadap belenggu kolonialisme.
Pramoedya dengan indah merangkai kata-kata, menghadirkan karakter yang kompleks dan cerita yang sarat dengan momen-momen mengharukan. Bumi Manusia tak sekadar karya fiksi yang menghibur, tetapi juga pemantik kesadaran. Ia mengajak kita untuk merenungkan kembali arti kemerdekaan dan kemanusiaan.
Penulis sangking kecanduannya sampai 3 kali membaca ulang karya sang maestro itu. Lebih dari sekadar kisah cinta, Bumi Manusia menawarkan beberapa pelajaran hidup yang berharga.
Menolak Penindasan dan Diskriminasi
Novel ini secara gamblang memaparkan pengalaman pahit rakyat Indonesia yang tertindas oleh penjajah. Ia menjadi pengingat bahwa penindasan dan diskriminasi adalah hal yang harus dilawan. Dalam sebuah dialog Nyai Ontosoroh menekankan “Lebih baik dipenjara daripada hidup tanpa harga diri.” menjadi salah satu poin buku tersebut mengajarkan untuk melawan penindasan dan diskriminasi.
Kekuatan Cinta dan Kasih Sayang
Di tengah kegelapan penindasan, cinta Minke dan Annelies menjadi titik terang. Kisah mereka menunjukkan bahwa cinta dan kasih sayang adalah kekuatan yang mampu melewati masa-masa sulit. Dalam penggalan dialog tertulis “Cinta tidak mengenal batas ras dan kelas sosial.” begitulah ungkapan yang menggambarkan cinta mereka yang melampaui sekat-sekat perbedaan.
Agak “melow” sedikit berikut dialog saling menguatkan percintaan berbeda ras dan strata sosial pada buku Bumi Manusia.
Minke: “Annelies, aku mencintaimu. Aku tidak peduli dengan perbedaan ras dan kelas sosial kita.”
Annelies: “Aku juga mencintaimu, Minke. Cinta kita akan mengalahkan semua rintangan.” dialog tersebut sarat akan makna, jangan ragu ketika sudah jatuh cinta.
Mencari dan Mempertahankan Identitas
Sebagai pribumi yang dididik dengan nilai-nilai Barat, Minke harus berjuang untuk menemukan jati dirinya di tengah masyarakat yang terbelah oleh kolonialisme.
Ini menjadi pengingat pentingnya kita untuk memahami dan menghargai identitas serta budaya sendiri. Dalam penggalan dialog dalam buku Bumi Manusia, minke ragu dengan dirinya lantaran ia belajar di Negeri Barat namun Nyai Ontosoroh meyakinkan bahwa dirinya merupakan seorang pribumi.
Minke: “Siapakah aku? Aku terlahir sebagai pribumi, tapi dididik dengan nilai-nilai Barat.”
Nyai Ontosoroh: “Kau adalah seorang pribumi, Minke. Kau harus bangga dengan identitasmu. Jangan lupakan budaya dan asal-usulmu.” Persis dengan kehidupan sekarang penulis kerap melihat seorang yang lupa identitasnya usai merantau di Negeri orang. Jangankan kampung halamannya, bahasa sukunya pun ia tidak menguasainya.
Pendidikan Sebagai Alat Perubahan
Pendidikan menjadi sebuah harapan bagi Minke untuk memperjuangkan hak-haknya dan bangsanya. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan adalah instrumen penting untuk meraih perubahan.
Minke: “Aku ingin mendapatkan pendidikan yang terbaik. Aku ingin menggunakan ilmuku untuk melawan penindasan Belanda.”
Bupati: “Pendidikan adalah kunci untuk meraih masa depan yang lebih baik. Gunakan ilmumu untuk membantu rakyat Indonesia.” Dialog tersebut menekankan pendidikan sangatlah penting, jadi jangan bolos ketika sudah mendapatkan kesempatan bersekolah.
Belajar dari Sejarah
Bumi Manusia tak hanya bercerita tentang masa lalu, tetapi juga mengajak kita untuk belajar dari sejarah. Dengan memahami masa lalu, kita dapat mencegah kesalahan serupa terulang di masa depan. Nyai Ontosoroh berkata “Jangan sekali-kali melupakan sejarah.” Nyai Ontosoroh dengan terang menjelaskan pentingnya mempelajari sejarah. (Luki)