Bandarlampung (Netizenku.com): Belum lama berlalu Unila menjadi buah bibir. Rektornya, Karomani, dicokok KPK lantaran terbukti demen “tangan di bawah”. Alias menadah duit suap seleksi jalur mandiri.
Karomani hengkang ke hotel prodeo. Lusmeilia Afriani datang. Agaknya ada hal kontras yang kepingin ditampilkan new comer ini. Di bawah kepemimpinannya, Unila mendadak jadi demen “tangan di atas”. Alias suka memberi. Membagi-bagi gelar kehormatan Doktor Honoris Causa, contohnya.
Kamis (26/10) lalu, Arinal Djunaidi diberi Gelar Kehormatan. Predikat yang disematkan kepada Gubernur Lampung itu tidak tanggung-tanggung. Doktor Honoris Causa (HC) Bidang Ilmu Ekonomi.
Sebaliknya buat Unila. Pemberian penghargaan ini merupakan pengalaman kali pertama merilis gelar kehormatan. Sungguh sebuah kebetulan yang klop. Sebab penerimanya adalah orang nomor satu di Lampung. Perpaduan pertama dan nomor satu. Sempurna.
Tapi siapa nyana kalau di luaran sana tetap saja menyeruak isu kurang sedap. Ada yang berspekulasi gelar doktor diberikan ke Gubernur Arinal satu di antaranya atas pertimbangan tanda balas budi. Aih, masa iya?!
Sebab pada Kamis (21/9) atau berselang satu bulan sebelumnya, Gubernur Arinal baru menandatangani prasasti hibah tanah 150 hektare di Kotabaru, Lampung Selatan. Kelak lahan itu bakal difungsikan sebagai pengembangan Kampus II Unila.
Pergunjingan hangat itu belum lagi hilang bergulir, Unila kembali memberi gelar kehormatan. Kali ini yang “tangan di bawah” (menerima) adalah Herman HN.
Mantan Wali Kota Bandar Lampung dua periode dan kini sebagai Ketua DPW NasDem Lampung itu, disebut-sebut juga didapuk gelar Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila pada Rabu (1/11).
Tentu ini kabar gembira. Bagi Herman terutama. Tapi lagi-lagi di luaran sana berhembus aroma spekulasi. Karena rentang waktunya relatif berdekatan (kurang dari sepekan saja) dari pemberian gelar kepada Gubernur Arinal. Lalu ada yang mengait-kaitkan ini sebagai upaya meredam buah bibir yang sempat ramai sebelumnya. Sebagai netralisir. Aih, masa iya?!
Kemudian ada juga isu berseliweran. Setali tiga uang seperti hibah yang digelontorkan Gubernur Arinal, pemberian gelar penghargaan kepada Herman HN juga dikaitkan dengan hibah yang pernah diulurkan Herman ketika dirinya masih menjabat Wali Kota Bandar Lampung.
Ketika itu pemkot disebut-sebut menghibahkan dana Rp 74 miliar untuk pembangunan 3 gedung bagi Rumah Sakit Unila. Juga 1 gedung di Fakultas Kedokteran. Lalu diberitakan pula masih ada gerujukan Rp 27 miliar untuk pembangunan Fakultas Teknik Unila, dan Rp 5 miliar untuk pembangunan Masjid Al Wasi’i.
Namun, masyarakat Lampung tentunya sangat berharap Unila tidak senaif itu. Kalangan akademisi pasti tidak rela “menggadaikan” maruah institusi untuk ditukar guling dengan mahar-mahar seberapa pun nilainya.
Tapi kalau pun tetap masih ada yang keukeh berkeyakinan pemberian hibah turut berkontribusi atas pemberian gelar, kiranya perlu pula melihat dari perspektif positif. Bukankah saling menghargai dan memberi dalam hal-hal kebaikan juga merupakan perbuatan mulia. Saling membalas budi juga pertanda tahu adat. Dengan kata lain, saling pengertian aja, deh. Kelar!
Andai benar porsi saling balas budi turut dipertimbangkan dalam hal-hal tersebut, agaknya tidak berlebihan bila Bupati Way Kanan, Raden Adipati Surya, dapat turut dimasukkan sebagai nominasi penerima gelar berikutnya dari Unila. Mengingat kontribusi Adipati cukup besar dalam merintis pengembangan PSDKU Unila di Way Kanan. Air susu dibalas air susu. Semua pun happy. (Hendri Std)