Bandarlampung (Netizenku.com): Pilkada Bandarlampung pada pemilihan serentak 2020 menjadi pembahasan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI.
RDP terkait Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung pada Selasa (19/1) siang.
Salah satu Anggota Komisi II DPR RI, Endro Suswantoro Yahman, menilai pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 agak fenomenal karena gugatan perolehan suara menurun dan yang muncul kemudian adalah penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran administrasi pemilihan terstruktur, sistematis, masif (TSM).
\”Kaitannya dengan TSM ini kan ada semacam anomali seperti yang terjadi di Bandarlampung. Masalah-masalah yang selalu berulang dibutuhkan sikap tegas dimana penyelenggara pemilu tidak saling menegasikan,\” kata Endro.
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan Pilkada Bandarlampung menjadi anomali karena KPU Kota Bandarlampung sudah menetapkan hasil perolehan suara namun peserta pilkadanya dibatalkan.
\”Kasus di Bandarlampung, itu KPU-nya sudah menetapkan dan Bawaslu Kota Bandarlampung juga enggak masalah, yang menganulir malah Bawaslu Provinsi,\” ujar Endro yang maju dari Dapil I Lampung.
\”Ini kan jadi masalah, demokrasi kita mau dibawa kemana. Akhirnya berujung ke Mahkamah Agung dan DKPP RI.\”
Bawaslu Provinsi Lampung, lanjut alumni SMP Xaverius Pringsewu ini, dari pilkada ke pilkada selalu bermasalah.
\”Waktu pemilihan gubernur juga begitu. Begitu masifnya politik uang sampai orang buta pun bisa melihat karena barangnya kelihatan gede-gede, itu bukan TSM. Nah sekarang, pilkada semacam ini, TSM. Ini gimana, ini kepentingan seperti apa?\”
\”Mohon DKPP RI juga mencermati ini. Kami minta hal-hal semacam inilah sebenarnya perlu ditegaskan,\” kata dia.
Pada hari yang sama, Sekretaris DPD PDIP Provinsi Lampung Mingrum Gumay di Bandarlampung menyampaikan hal senada bahwa Ketua Bawaslu Provinsi Lampung saat ini, Fatikhatul Khoiriyah, merupakan sosok yang pernah bermasalah sebelumnya yang diputuskan dalam Sidang Paripurna DPRD Lampung.
\”Artinya ke depan, kita tidak boleh menempatkan orang-orang yang tidak memiliki integritas dan kredibilitas,\” kata Mingrum.
Pada 2018 lalu, DPRD Lampung membentuk panitia khusus (pansus) Politik Uang, Senin (2/7) sore. Tiga fraksi saat itu, Golkar, PKB, dan PAN, melakukan aksi walk out (WO) dari rapat.
Ketiga fraksi tersebut tidak menyetujui dibentuknya pansus karena menganggap Pilgub Lampung pada 27 Juni lalu sudah selesai.
\”Bawaslu dan Gakkumdu Lampung sudah melakukan tugasnya,\” kata Wakil Ketua DPRD Lampung Ismet Roni dari Partai Golkar.
Meski rapat berlangsung alot, fraksi lainnya di DPRD Lampung akhirnya menyepakati pembentukan Pansus Politik Uang dan Kamis (5/7) mulai diparipurnakan.
\”Meski berlangsung cukup alot, pansus akhirnya dibentuk,\” kata Ketua DPRD Lampung, Dedi Afrizal, kala itu.
Pansus Politik Uang Pilgub Lampung 2018 yang diketuai oleh Mingrum Gumay mengeluarkan 5 rekomendasi pada 28 Agustus 2019 dalam rapat paripurna.
Ada lima poin rekomendasi dari pansus yakni:
1. Meminta Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) melakukan audit dengan tujuan tertentu terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung beserta seluruh jajarannya sampai tingkat desa. Sehingga terdapat data yang jelas bagaimana penggunaan dana hibah yang berasal dari APBD Provinsi Lampung untuk penyelenggaran pengawasan Pilgub lampung.
2. Meminta kepada Ombudsman RI Perwakilan Lampung melakukan audit kinerja atas pelayanan administrasi Bawaslu terhadap laporan atau keluhan penduduk atas laporan dugaan terjadinya politik uang dan laporan dugaan pelanggaran lainya pada Pilgub Lampung.
3. Menyampaikan hasil Pansus kepada Menteri Dalam Negeri.
4. Percepatan pembentukan majelis khusus tindak pidana pemilu/pilkada serta penegasan atas kedudukan penyidik Kejaksaan dan Kepolisian di Sentra Gakkumdu untuk melaksanakan tugas penuh waktu dalam rangka optimalisasi penelidikan, penyidikan dan penuntutan, sebagaimana amanat undang-undang yang berlaku.
5. Perbaikan ketentuan atas pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan melalui pengaturan hal tersebut secara in-absentia, guna antisipasi permasalahan tidak dapat dilakukannya pemeriksaan terhadap terlapor dalam penanganan pelanggaran pemilu/pilkada.
Bahkan dalam persidangan pelanggaran kode etik di DKPP RI, Fatikhatul Khoiriyah dijatuhi sanksi peringatan sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 204/DKPP-PKE-VII/2018 tertanggal 12 Desember 2018.
DKPP menilai sikap dan tindakan Fatikhatul Khoiriyah menerima mandat pleno Bawaslu Provinsi Lampung dan Surat Keputusan Bawaslu RI menjadi Ketua Majelis Sidang dalam penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi bersifat TSM yang dilakukan oleh Paslon Nomor Urut 3 yang diusung oleh PKB, dimana Kakak Kandung Fatikhatul Khoiriyah menjabat sebagai Sekretaris DPC PKB Lampung Timur, menurut DKPP, Fatikhatul Khoiriyah, terbukti tidak memiliki sense of ethics. (Josua)