Bandarlampung (Netizenku.com): Permasalahan sampah tentunya menjadi momok yang begitu besar bagi kalangan Internasional. Di Indonesia tercinta yang telah menginjak usia 74 tahun sendiri, saat ini masih dalam kategori sebagai penyumbang sampah plastik terbesar nomor dua di dunia.
Beralih ke Provinsi Lampung, marine debrish (sampah laut) menjadi isu sexy yang tak kunjung usai. Meski berkali-kali dilakukan operasi pembersihan oleh berbagai kalangan, mulai dari pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hingga komunitas peduli sampah, permasalahan sampah yang berasal dari daratan ke lautan tersebut tak kunjung dapat terselesaikan.
Paling terbaru, peluncuran kapal pembersih sampah di lautan bernama ‘Telok Betong’ menjadi sorotan lantaran Sebanyak 30% sampah di laut termasuk sampah plastik telah dikembalikan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di darat.
Kapal motor Telok Betong milik PT Pelindo itu dikabarkan menjadi andalan untuk membersihkan kawasan laut di pesisir Lampung, khususnya Teluk Lampung. Sebab, kapal tersebut hanyalah satu-satunya kapal yang beroprasi khusus selama 24 jam di kawasan Teluk Lampung untuk membersihkan sampah di Teluk Lampung.
General Manager Pelindo II Panjang Drajat Sulistyo mengatakan KM Telok Betong sudah bergerak meningkatkan kualitas kawasan laut Lampung. \”Setiap hari Telok Betong berkeliling menarik sampah di laut dengan daya tampung hingga 5 ton untuk dipindahkan ke tempat pembuangan akhir di darat. Awalnya, Lampung terkenal dengan lautnya yang bersih dan kami ingin status itu kembali lagi,\” kata Drajat, Rabu (14/8).
Terkait sampah di Teluk Lampung, kondisi tersebut ternyata jadi perhatian Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim. Nunik, sapaan akrab wagub wanita pertama di Lampung itu pun mendatangi pesisir pantai yang menjadi lahan mata pencaharian nelayan pukat payang tersebut, Selasa (18/6).
Tiba di lokasi pesisir pantai Sukaraja, Nunik langsung berinisiatif menjadikan lokasi itu sebagai tempat wisata. Namun, Nunik juga dengan polosnya mengaku belum dapat ide kreatif tata kelolanya. “Ini kan lagi viral. Inginnya sih dijadikan tempat wisata. Tapi gimana ya caranya? Aku belum dapet ide sih,” jelas Nunik.
Pantauan di lokasi, hingga saat ini Minggu (18/8) sampah di wilayah pesisir Kota Bandarlampung tidak mengalami perubahan. Salah satunya di garis pantai yang menjadi sorotan yakni Pesisir Pantai Sukaraja.
Berdasarkan keterangan beberapa warga di wilayah pesisir Kota Bandarlampung mengungkapkan bahwa Kapal Telok Betong hanya beroprasi di perairan.”Sampai saat ini sih belum (aktivitas penggerusan sampah di garis pantai), tapi mungkin bisa dipantau di jam kerja aja, Mas.” tutur Supardi, Minggu (18/8).
Di sisi lain, berdasarkan penelusuran Netizenku.com, berbagai garis sungai wilayah perkotaan terdapat pengendapan sampah. Salah satunya di aliran sungai kebun jeruk. Sampah di sungai tersebut mengendap lantaran musim kemarau yang membuat debit aliran sungai sedikit tersendat.
Salah satu warga sekitar, Doni Saputra mengatakan, penampakan tersebut memang tidak mengeluarkan aroma bau busuk yang terlalu, hanya saja menurutnya penampakan sampah itu tidak mengenakan untuk dilihat.
“Ya ngak busuk sih, kan sampah plastic. Tapi mungkin biasa saja sih warga sekitar karena tak menimbul kan bau, ya menurut saya nggak enak aja dipandangan.” ungkapnya.
Dalam hal ini, kesadaran masyarakat menyikapi sampah yang menjadi pokok utama, pasalnya sampah tersebut tentunya merupakan produksi masyarakat sekitar yang kemudian akan mengalir ke muara besar dan berakhir di laut atau pesisir Kota Bandarlampung.
“Ya kalau warga masih buang sampah ke kali, ya mungkin bisa terjadi penumpukan di mana-mana. lihat saja nanti kalau satu bulan ini nggak turun hujan, pasti makin numpuk. Karena cuma pemulung saja yang mungutin sampahnya.” kata Doni.
Sementara, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandarlampung mengungkapkan jumlah sampah di Kota Tapis Berseri mencapai 840 ton per hari. Meski dinas setempat telah menyiapkan sejumlah program terkait pengelolaan sampah.
Akan tetapi, belum ada penanganan insentif mendalam terhadap permasalahan sampah yang terus berdatangan, terkhususnya di wilayah pesisir Kota Bandarlampung. Dalam hal ini kesadaran masyarakat dinilai paling penting guna mengatasi permasalahan tersebut.
Terkait persoalan sampah ini, Walikota Bandarlampung, Herman HN mengungkapkan, pihaknya hingga kini terus berupaya mengatasi sampah tersebut. Namun, sampah tak kunjung dapat teratasi. Sebab menurutnya sampah tidak hanya berasal dari penduduk setempat, melainkan sampah juga berasal dari wilayah lain.
“Bukan kurang bersih. Saya bersihinnya nggak ngerti lagi. Ya kalian lihat sendirilah saya bersihinnya gimana, laut sungai. Nah ini saya enggak ngerti lagi cara bersihinnya gimana, tapi kan ini sampah dari luar Kota Bandarlampung. Dari Kalianda dari tanggamus Dari pesawaran.” jelasnya.
Sempat disinggung terkait perda guna menegaskan masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan namun Herman HN mengungkapkan bentuk keprihatinannya kepada rakyat, “Kita buat perda juga percuma juga, kita mau menghukum ya nggak bisa juga, mau denda juga kasian rakyat kecil. Serba salah kita ini.” ungkapnya.
Dalam hal ini, orang nomor satu di Kota Tapis Berseri itu menyatakan bahwa pengatasan sampah ini dapat diselesaikan jika adanya bantuan dari masyarakat, yakni kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan.
“Kita sadarkan kepada masyarakat. Supaya nggak buang dikali. Ya kota sudah banyak yang tertib. Namun yang di kali masih. Yang rumah dipinggir kali lempar-lempar aja. Nah ini.” kata Herman HN usai menghadiri rapat paripurna DPR Kota Bandarlampung dalam rangka mempringati HUT ke-337 Bandarlampung, Senin (17/6).
Berpusat ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Bakung, saat ini berbagai pihak menilai TPA Bakung sudah hampir tidak layak dijadikan pusat pembuangan sampah. Peristiwa terjadinya longsor pun menguatkan argument berbagai pihak.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri menilai atas peristiwa longsor yang terjadi pada tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Bakung dikarenakan pengelolaan sampah yang belum maksimal. Pengelolaan yang kurang baik penyebabnya banyak hal salah satunya bencana.
“Longsor itu tidak terjadi, kalau pengolahan sampahnya berjalan dengan baik dan benar,” kata dia, saat dikonfirmasi melalui telepon selular, Rabu, (10/7).
Menurutnya, isu lingkungan tekait pengolahan sampah di TPA Bakung sendiri bukan merupakan hal baru. Ditambah lagi terdapat Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang pengolahan limbahnya tidak jelas.
“Seharusnya pemerintah kota setempat melakukan eksekusi dengan kegiatan untuk memperbaki dan memaksimalkan kinerja TPA itu sendiri. Karena isu TPA Bakung ini bukan baru berjalan 2 bulan saja tapi sejak lama. Kalau Pemkot tegas seharusnya sudah ada langkah kongrit dong,” jelasnya.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Lampung terus mempercepat proses realisasi pembangunan tempat pembuangan akhir ( TPA ) sampah regional. Pemprov telah mengajukan usulan untuk membangun TPA regional di daerah gedungwani Jati Agung Lampung Selatan.
Diketahui TPA regional yang akan dibangun akan menampung sampah-sampah dari empat kabupaten kota yakni Bandar Lampung, Metro, Lampung Selatan, Dan Pesawaran.
Wacana pembangunan TPA regional ini guna menyelesaikan persoalan sampah di provinsi Lampung yang kian hari kian menumpuk. Kepala badan perencanaan dan pembangunan daerah pemprov Lampung Herlina Warganegara mengatakan usulan tersebut saat ini masih menunggu keputusan dari berbagai pihak.
Menurut Herlina lahan di gedungwani dinilai strategis karena luas apalagi pemerintah pusat menyatakan untuk membangun TPA regional minimal harus menyiapkan lahan 20 hektare. Dalam perencanaan pemprov tak hanya membangun TPA regional saja namun juga menyiapkan pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik.
Herlina menambahkan bahwa untuk membangun TPA regional menggunakan anggaran dari pemerintah pusat. Hanya saja realisasi pembangunan TPA regional ini ditargetkan tahun 2020 mendatang. Namun, jika tidak ada keseimbangan atar pemerintah dan masyarakat, persoalan sampah ini tentunya akan lebih cepat berkembang biak. (Adi)