Bandarlampung (Netizenku.com): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI bersama tiga kementerian menghentikan operasional dermaga penyeberangan pantai Marita dan kawasan wisata Pulau Tegal Mas.
Langkah KPK RI bersama ketiga kementerian yaitu; Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), M. Eko Rudianto, Dirjen Penegak Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Rido Sani dan Direktur Pengawasan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Wisnubroto diambil agar memenuhi semua kewajiban perizinan dan pajak.
\”Kegiatan penyeberangan dermaga reklamasi disana menganggu keramba jaring apung-KJA di zona budidaya,\” kata Saut Situmorang saat pemasangan plang penyegelan, Selasa (6/8) pagi.
Penertiban ini dilakukan untuk menghentikan semua pelanggaran yang kemungkinan kembali terjadi di masa depan terhadap wilayah pesisir pantai.
Lembaga antirasuah ini menginstruksikan agar pengelola mengurus izin ke pemerintah kabupaten dan provinsi serta menunaikan kewajiban membayar pajak.
Penghentian ini, lanjut Saut, juga dilakukan untuk memastikan semua pemanfaatan ruang sesuai dengan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
“KPK memberi target waktu penyelesaian perizinan untuk memenuhi kewajiban pajak. Jika tidak dipenuhi maka semua kegiatan
dilakukan penghentian total,\”ujarnya.
Temuan Dugaan Pelanggaran
Sebelumnya Tim Direktorat Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Direktorat Penanganan Pelanggaran, Pangkalan PSDKP Jakarta, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung telah melakukan pengawasan ke Pantai Ringgung dan Pulau Tegal pada tanggal 16 -19 Maret 2019.
Kemudian ditindaklanjuti oleh lintas K/L yaitu KLHK dan KKP dengan turun ke lapangan pada 17-21 Juni 2019.
Dugaan pelanggaran di Pantai Marita adalah pelanggaran reklamasi. Bentuk dugaan pelanggaran lainnya antara lain terkait dengan, tdak memiliki izin lokasi reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012), tidak memiliki izin lokasi sumber material reklamasi, tidak memiliki izin pelaksanaan reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012).
Lalu, perusakan ekosistem terumbu karang dan vegetasi mangrove (pasal 69 ayat (1) huruf a, UU 32 Tahun 2009), serta menguasai dan memanfaatkan sempadan pantai (Perda No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Pesawaran Tahun 2011-2031.
Pembangunan dan pengelolaan tanpa izin terkait dengan Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas diduga telah merugikan keuangan daerah.
Sedangkan, terkait dugaan pelanggaran di Pulau Tegal Mas, tim menemukan sejumlah fakta bahwa:, penanggungjawab dari kegiatan di Pulau Tegal yaitu Thomas A Rizka, bermaksud menguasai seluruh pulau dan mengubah Pulau Tegal menjadi kawasan wisata yang bernama Tegal Mas.
Diketahui kegiatan dilaksanakan mulai Desember 2017 dengan melakukan pembersihan lahan dengan memotong hampir seluruh vegetasi pantai/mangrove asosiasi di sepanjang pantai Pulau Tegal dan dilanjutkan dengan pembentukan lahan, pembangunan cottage, fasilitas wisata, reklamasi pantai, dan publikasi. Kegiatan tersebut masih terus berlanjut hingga hari ini.
Obyek wisata Tegal Mas juga diketahui sudah beroperasi dan melayani wisatawan. Sementara izin pengelolaan ruang laut, izin lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi, dan Izin Lingkungan belum dimiliki oleh Tegal Mas. Selain itu cottage/villa yang dibuat sudah ditawarkan dan sudah ada transaksi jual beli cottage/villa dengan kisaran harga mencapai milyaran rupiah per unit.
Atas pemanfaatan dan pengelolaan di Pulau Tegal Mas tersebut, telah terjadi dugaan pelanggaran meliputi, tidak memiliki izin lingkungan (pasal 36 Ayat (1) Jo Pasal 109, UU 32 Tahun 2009). Tidak memiliki izin pengelolaan ruang laut (pasal 16 ayat 2, UU No.1 Tahun 2014). Merusak vegetasi pantai/mangrove (pasal 69 ayat (1) huruf a, UU 32 Tahun 2009)
Lalu, Tidak memiliki izin lokasi reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012). Tidak memiliki izin pelaksanaan reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012). Melakukan perubahan bentang alam Pulau Tegal (pasal 69 ayat (1) huruf a, UU 32 Tahun 2009). Menguasai sempadan pantai dan melakukan jual beli atas bangunan di atasnya (Perda No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Pesawaran Tahun 2011-2031.
Dugaan Pelanggaran yang dilakukan tersebut menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung, berupa, merusak ekosistem terumbu karang dan padang lamun, mengganggu kestabilan daya dukung lingkungan subzona budidaya keramba jaring apung, kegiatan yang dilakukan tanpa analisa lingkungan akan menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang tak terukur.
Selain itu, menurunkan integritas pemerintah dan penegak hukum di mata masyarakat, berubahnya bentang alam pantai ringgung dan pulau tegal, terbatasnya akses nelayan dan pembudidaya, tidak tertagihnya kompensasi dalam bentuk pajak dan lain-lain yang sah atas hilangnya fungsi ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan vegetasi pantai yang berubah menjadi lahan reklamasi.
Penertiban ini merupakan bagian dari implementasi rencana aksi (renaksi) tematik 2019 KPK terkait sumber daya alam kelautan, yaitu meliputi:
1. Penyelesaian Perda rencana tata ruang wilayah laut dan KLHS
2. Penyelesaian Pergub turunan Perda rencana tata ruang wilayah laut
3. Melakukan pendataan pemanfaatan titik-titik reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan data kepatuhan.
Pelanggaran izin pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil diduga juga terjadi di banyak daerah lain. Di Provinsi Lampung sendiri terdapat 132 pulau-pulau kecil termasuk 24 pulau kecil di kabupaten Pesawaran. (Aby/Rls)