Bandarlampung (Netizenku.com): 31 Mei 2022 lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Menggala menjatuhkan putusan pidana terhadap Paidi dengan vonis hukuman selama 8 tahun 6 bulan penjara dengan denda 100 juta rupiah atas kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur berinisial ML yang juga masih memiliki hubungan kerabat dengan pelaku.
Diketahui, kasus yang menjerat Paidi ini menjadi viral melalui akun sosial media Instagram @billaaptry yang membuat unggahan terkait kronologi peristiwa versi keluarga terdakwa. Diketahui bahwa @billaaptry adalah anak dari terdakwa.
Setelah putusan hakim dibacakan, muncul berbagai opini di media masa dan media sosial. Secara umum, opini yang berkembang di masyarakat didominasi kronologi dan protes dari pihak keluarga terdakwa. Protes tersebut dilakukan karena pihak terdakwa merasa dirugikan atas vonis bersalah yang diterima Paidi.
Paidi merasa difitnah dan diberlakukan tidak adil. Terbaru, keluarga terdakwa telah menemui Hotman Paris dan Komnas HAM, sebagai upaya mendapatkan keadilan hukum.
Menanggapi hal tersebut, Pegiat Kelompok Studi Kader (Klasika),Yulita Putri, menyayangkan informasi dari pihak korban yang dinilai sangat minim.
“Tanpa disadari, viralitas yang terjadi dapat berakibat pada tidak berimbangnya pemberitaan sehingga terbentuknya framing negatif dan cenderung menyudutkan korban pelecehan seksual (ML-red), yang itu tentunya dapat berakibat buruk terhadap sisi psikologis dan sosial terhadap korban yang masih anak di bawah umur,” ujar Yulita kepada Netizenku.com pada Senin (6/6).
Terlebih lagi hingga saat ini, lanjut dia, belum banyak pendampingan untuk membantu dan menemani serta menguatkan korban dan keluarganya.
“Padahal sebagaimana kita ketahui bersama-sama, sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak Majelis Umum PBB 32 tahun lampau hingga 2 kali mengubah Undang-Undang Perlindungan Anak, bangsa ini menyadari fenomena kekerasan fisik, psikologis dan seksual terhadap anak dari tahun ke tahun semakin meningkat dan mengancam peran strategis anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa dan negara.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” paparnya.
Ia pun menyayangkan korban yang terkesan dibiarkan sendiri. “Ketika berjuta pasang mata lebih tertarik mendengarkan cerita versi keluarga terdakwa tanpa memberikan kesempatan dan pendampingan yang sama untuk mendengarkan cerita dari saksi korban. Tidak ada siapapun yang melindungi korban pemerkosaan ini,” tegasnya.
Berdasarkan putusan pengadilan, ia berpandangan bahwa selama belum ada fakta persidangan lain yang menyatakan fakta sebaliknya, maka masyarakat perlu memberi perhatian pada korban.
“Keadilan memang harus ditegakkan, namun selama belum ada putusan yang lebih tinggi, banding dan atau kasasi yang menyatakan fakta sebaliknya, mari kita hormati dan kawal putusan Pengadilan Negeri Menggala tersebut. Keselamatan korban dan keluarga juga bagian penting yang perlu mendapat perhatian,” pungkasnya.(Agis)