Bandarlampung (Netizenku.com): Bukit Mas Cottage and Resto, akhir-akhir ini menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak, salah satu tempat wisata di Bandarlampung yang sudah komersil sejak lima tahun ini, diduga tidak memiliki Surat Izin Pengambilan Air (SIPA) dan pajak yang menunggak dua tahun lamanya.
Netizenku.com coba mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak pengelola dengan mendatangi langsung Bukit Mas, Jumat (13/4) petang.
Saat tiba di meja resepsionis, kami meminta untuk bertemu langsung dengan pihak pengelola tempat tersebut. \”Yang mengelola di sini ada manajer kita namanya pak Hepi, kita manggilnya Kanjeng Hepi. Beliau lagi tidak di tempat, coba dihubungi dulu untuk buat janji,” kata resepsionis yang tak mau namanya disebutkan.
Darinyalah pula kami mendapat nomor telepon sang manajer, yang saat itu juga langsung kami hubungi. Namun tak ada jawaban. Dua hari berselang, Minggu (15/4) pagi, manajer tersebut menghubungi kami untuk bertemu di Bukit Mas. “Saya bisa bertemu agak sore,” kata dia melalui pesan Whatsapp.
Waktu yang dijanjikan tiba, kami pun bertemu di tempat yang sudah disepakati. Kanjeng, begitu ia akrab disapa, menyambut kami dengan baik.
Ia memulai perbincangan dengan bercerita tentang awal berdirinya Bukit Mas Cottage and Resto. “Tempat ini dulunya villa pribadi Thomas Azis Riska, untuk beristirahat juga tempat menginap kolega,” kata dia.
“Baru lima tahun terakhir, bang Thomas punya ide untuk menjadikan ini tempat bisnis,” tambahnya.
Usai bercerita panjang lebar, raut wajah Kanjeng Hepi seketika berubah saat kami singgung soal SIPA. Pasalnya, ia tidak bisa menjawab dengan pasti apakah tempat tersebut sudah atau belum memiliki SIPA. Namun, ia berkilah dengan menyebut niat awal pembangunan Bukit Mas hanya untuk villa pribadi.
“Awalnya ini (Bukit Mas) kan dibangun untuk pribadi. Kita kalau mau gali sumur di rumah sendiri kan nggak pake itu (SIPA),” ujarnya.
Anehnya, ia justru mengkaitkan masalah perizinan tersebut adalah upaya penggiringan opini publik untuk menjatuhkan nama Thomas Riska. Terlebih saat ini, kata Kanjeng, adalah tahun politik.
“Ini kan tahun politik, kalau kita lihat sebenernya bang Thomas sudah nggak main politik lagi, tapi dia kan masih dilihat orang. Itu mungkin dimainkan, kalau mau itu (memberitakan) kenapa harus Bukit Mas, kenapa nggak tempat wisata yang lain,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, dilihat dari segi bisnis, Bukit Mas boleh dibilang kecil dibanding kompetitor lain di Bandarlampung. “Sebesar apasih bisnis ini, untuk biaya listrik dan pemeliharaan saja nggak ketutup,” tambahnya.
Untuk urusan pajak, dia juga menegaskan jika Bukit Mas tidak pernah menunggak. Dia juga bersedia jika sewaktu-waktu dipanggil Pemkot ataupun DPRD Bandarlampung untuk membeberkan data mengenai pajak tempat wisata tersebut.
“Kita mah siap aja, kan (Pemkot) bisa cek juga. Kita juga wajib pajak, nggak ada masalah. Saya kira masalah (SIPA dan pajak) ini sensitif ya, kebeneran aja yang ditembak itu kita (Bukit Mas),” tukasnya. (Rio)