Bandarlampung (Netizenku.com): Sanggar Basuki Rahmat Taylor (Barata) di Desa Labuhanratu VII Kecamatan Labuhanratu, Lampung Timur mengabadikan satwa kunci Taman Nasional Way Kambas dalam motif batik tulis.
Sanggar Batik Tulis Barata merupakan industri rumah tangga yang sudah berdiri sejak 3 tahun lalu.
\”Kebetulan desa kami kan desa penyangga, berbatasan langsung dengan TNWK, sehingga kami memanfaatkan kearifan lokal dengan memakai motif gajah, badak, dan harimau,\” kata Basuki Rahmat selaku pemilik Sanggar Batik Tulis Barata, Selasa (22/12).
Sejak berdiri, ratusan lebih motif batik tulis telah diciptakan dan menjadi ciri khas batik Barata, termasuk soal warna.
\”Rata-rata kalau di Lampung itu beda dengan di Jawa, kalau di Jawa agak kalem tapi Lampung itu senang warna mencolok, cerah. Dan untuk khas batik kami itu, agak besar-besar motifnya,\” ujar Basuki.
Sanggar Batik Tulis Barata memberdayakan ibu-ibu di lingkungan setempat dalam memproduksi kain batik, yang merupakan pekerjaan sampingan bagi mereka dalam membantu perekonomian suami.
\”Awalnya kita susah sekali untuk menjaring dan mengajari ibu-ibu karena baru kali ini tahu cara membatik,\” katanya.
Harga yang ditawarkan juga bervariasi sesuai motif dan warna yang digunakan, berkisar Rp150.000-Rp450.000.
\”Batik tulis itu, kalau motifnya semakin banyak dan padat, semakin banyak tenaga yang dikeluarkan maka harga semakin tinggi,\” ujarnya.
Menurut Basuki, batik tulis yang diproduksinya memiliki nilai lebih bila dibandingkan dengan kain batik lainnya.
\”Aslinya batik ya batik tulis kalau printing itu bukan batik kalau menurut saya. Itu hanya fotokopi atau sablon,\” pungkas dia.
Sementara Kepala Desa Labuhanratu VII Soemarno mengatakan pemerintah kabupaten melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak telah melakukan pendampingan terhadap industri rumah tangga dalam hal bantuan pinjaman modal dan pemasaran.
\”Kami dibantu pihak Universitas Lampung (Unila), saat ini, sudah mengalami kemajuan. Ke depan, pemerintah desa akan berusaha menghubungkan usaha ini dengan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dalam hal kebutuhan modal,\” kata Soemarno.
Tim Unila di bawah konsorsium Unila-ALeRT (Aliansi Lestari Rimba Terpadu) telah melaksanakan Program Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) di Desa Labuhanratu VII sejak 2014 lalu dalam upaya mitigasi konflik gajah manusia (KGM).
Pada periode program kedua, 2019-2021, Tim Unila-ALeRT melaksanakan Program Pengembangan Produk Ekonomi Kreatif Dalam Mendukung Wisata yang Berkelanjutan di dua desa penyangga, yakni Labuhanratu VII dan Braja Harjosari.
Kegiatan difokuskan pada replikasi keberhasilan program wisata Desa Braja Harjosari untuk diaplikasikan ke Desa Labuhanratu VII.
Labuhanratu VII memiliki potensi eduwisata atau wisata desa berbasis edukasi seperti kerajinan batik tulis, sadap karet, pembuatan susu kedelai dan berbagai jenis keripik, agrowisata, jelajah hutan, susur sungai, kebun pakan badak, rumah konservasi, dan rumah inap atau homestay.
Bersama masyarakat Labuhanratu VII dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Gerbang Way Kambas, Tim Unila-ALeRT diharapkan dapat membantu merubah ancaman menjadi tantangan menciptakan peluang yang lebih baik secara ekonomi dan konservasi. (Josua)