PPRL Anggap Reformasi Agraria dan Program Kotaku Hanya Sengsarakan Rakyat

Bandarlampung (Netizenku.com): Puluhan massa yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) lakukan unjuk rasa terkait persoalan agraria dan program Kotaku (kota tanpa kumuh) yang dianggap tidak berpihak kepada petani dan rakyat kecil.

Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Jarot, perebutan hak atas alat produksi oleh petani, seperti tertuang dalam UUPA, di antaranya membatasi jumlah luas kepemilikan tanah individu, melarang kepemilikan WNA atas agraria Indonesia, dan mengambil alih aset-aset perkebunan dan pertambangan milik asing. Namun di era pasar bebas saat ini, UUPA hanya menjadi kitab peninggalan sejarah bahwa negeri ini pernah mempunyai undang-undang yang pro terhadap rakyat.

Baca Juga  Satgas Covid-19 Lampung Razia Prokes dan Sosialisasi Perda AKB

\”Politik agraria pasca reformasi sampai sekarang, semakin memperkuat dan memperlancar kapitalis-imperialisme melalui program-program liberalisasi di sektor agraria, seperti pembaruan agraria titipan lembaga donor (IMF, World Bank-red) melalui bagi-bagi tanah berbarengan dengan sertifikasi tanah dengan konsep pasar-tanah untuk kebutuhan pasar. Terbukti dengan tercatat nya total 659 konflik agraria pada tahun 2017 menurut data KPA. Serta pengurangan atau beralih nya profesi petani 2 persen tiap tahun nya, dan menurut catatan BPS, jumlah Petani tinggal 39,67 juta orang,\” ujar Jarot saat berorasi di Tugu Adipura, Senin (24/9).

Baca Juga  Stan Dekranasda Bandarlampung Ramai Dikunjungi di Festival Kemilau Tapis

Menurut dia, reforma agraria pemerintah yang mensaratkan aliberalisasi sungguh sangat menyesatkan, tidak memberikan dampak bagi kesejahteraan rakyat justru sebaliknya memiskinkan dan menyengsarakan massa rakyat secara sistematis dan struktural.

Sementara itu, Kristina Tia Ayu, dalam orasinya menyayangkan Kotaku yang dilakukan dengan dalih untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia, namun yang terjadi justru program tersebut meminggirkan rakyat miskin dari sumber penghidupannya. Fokus pemerintah adalah bagaimana melakukan pengadaan lahan untuk melakukan pembangunan.

\”Ironinya program Kotaku dan pengadaan lahan untuk pembangunan justru semakin memiskinkan rakyat. Seperti halnya yang terjadi pada warga eks Pasar Griya. Penggusuran paksa yang dilakukan dengan dalih pembangunan Kantor Kejaksaan Negeri, justru menghilangkan tempat tinggal rakyat, menghilangkan sumber penghidupan ekonomi rakyat serta mengancam anak-anak didik putus sekolah,\” tegasnya.

Baca Juga  Pemkot Bandarlampung Gelar Musrenbang RKPD 2020

Diketahui, PPRL menuntut pemerintah untuk menghentikan monopoli lahan, kriminalisasi petani, menolak reforma agraria yang dianggap palsu, juga menolak pembangunan yang meminggirkan HAM. Tak hanya itu, PPRL juga meminta agar pemerintah menghentikan eksploitasi alam, menolak kebijakan Kotaku yang dianghap menghilangkan hak rakyat, menolak IMF-World Bank, serta meminta pemerintah melawan sistem pasar bebas.(Agis)

Komentar