Bandarlampung (Netizenku.com): Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Lampung menilai Pemerintah Provinsi Lampung melakukan pemborosan anggaran.
Hal itu dikatakan Sekretaris PKC PMII Lampung, Aris Tama, menyikapi persoalan yang disampaikan oleh
Juru bicara Pansus LKPJ, Made Suarjaya, dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II, Laporan Panitia Khusus LKPJ Kepala Daerah Tahun 2020 di Gedung DPRD Lampung, Rabu (23/6).
Saat itu Made Suarjaya mengatakan Pemprov tidak peka terhadap kondisi yang tidak baik dengan menghabiskan puluhan miliar hanya untuk anggaran makan dan minum.
“Pemanfaatan anggaran yang tidak produktif dan terkesan foya-foya serta mendominasi belanja APBD dengan nilai yang cukup fantastis luar biasa, seperti belanja makan minum yang mencapai Rp75 miliar,” kata Juru Bicara Pansus LKPJ Made Suarjaya.
Dalam siaran pers yang diterima Netizenku.com, Kamis (24/6), Aris mengatakan PMII melihat ada ketimpangan belanja jasa yang tidak produktif atau terbilang foya-foya sebesar Rp14,3 miliar.
Aris mengutip data dari pernyataan yang disampaikan Juru Bicara Pansus LKPJ, Made Suarjaya, dan dari sejumlah pemberitaan media.
Untuk biaya cetak Rp34 miliar, jasa publikasi Rp24 miliar, belanja surat kabar atau majalah Rp3,2 miliar, belanja tas Rp1,2 miliar, souvenir Rp2,57 miliar, belanja ATK Rp28,6 miliar, belanja dokumentasi Rp1,267 miliar.
“Sederhananya APBD itu disusun berdasarkan realisasi pendapatan. Baru belanja menyesuaikan. Sudah jelas pendapatan turun kok belanja makan minum dan ATK serta bahan bacaan malah boros, tidak dilakukan efisiensi,” ujar Aris.
Menurut penggiat sosial politik ini, efisiensi sangat mungkin dilakukan mengingat rapat dilakukan secara virtual dengan jumlah peserta juga sanggat dibatasi.
“Tidak boleh lebih 50% dari kapasitas. Untuk bahan bacaan saat ini semua sudah banyak melalui media online. Kira-kira makan apa ya sampai Rp75 M,” kata Aris.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, lanjut dia, seharusnya belanja-belanja tersebut tidak membutuhkan biaya sebesar itu.
“Dalam kondisi pandemi Covid-19 banyak kegiatan bisa dilakukan secara daring tidak perlu bertemu fisik dan bisa melalui pemanfaatan teknologi, baik untuk publikasi, promosi, dan lain-lainya,” kata Aris.
Dalam pernyataan tertulisnya, Aris menyampaikan beberapa poin yang menjadi kajian:
1. Besaran dana penanggulangan Covid-19 dan realisasi penggunaannya karena berdasarkan informasi, Provinsi Lampung merupakan provinsi terendah kedua dalam hal vaksinasi Covid-19.
2. Penurunan pendapatan daerah yang sangat signifikan terutama dari dana bagi hasil yang semestinya Provinsi Lampung diuntungkan karena letak geografis dan potensi SDA.
3. Besaran anggaran belanja makan minum yang tidak rasional perlu dipertanyakan. Mulai dari Perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi serta pelaporannya.
4. Realisasi dan capaian Program Lampung Berjaya berdasarkan 33 janji kerja yang sampai sekarang belum terasa nyata kebermanfaatannya dan belum dirasakan seluruh masyarakat daerah di Provinsi Lampung.
5. Perlu kajian terhadap penurunan pendapatan yang sangat signifikan serta rendahnya realisasi vaksinasi Covid-19 di Lampung.
6. Lakukan kajian untuk rasionalisasi program yang lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat yang sangat mendesak bukan program-program yang bersifat serimonial.
Aris mengajak dan mengimbau semua elemen masyarakat peduli akan persoalan tersebut karena sangat mungkin kurang kebermanfaatannya. (Josua)