Bandarlampung (Netizenku.com): Pemerintah pusat kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 Covid-19 di Kota Bandarlampung hingga 23 Agustus 2021 sejak Selasa, 10 Agustus 2021.
Kebijakan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2021 tertanggal 9 Agustus 2021 tentang PPKM Level 4 Covid-19 di Wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.
Sehubungan dengan kebijakan itu, sejumlah ruas jalan protokol di dalam Kota Bandarlampung disekat untuk menekan mobilitas masyarakat dan mencegah kerumunan warga guna memutus rantai penularan Covid-19.
Terdapat 6 titik penyekatan jalan yang dilakukan Polresta Bandarlampung yaitu Jalan Kota Raja menuju Jalan Raden Intan, Jalan Wolter Monginsidi, Jalan MH Thamrin, Flyover Pahoman Puskesmas Satelit, Jalan Pangeran Antasari Flyover Kali Balok, dan Bundaran Rajabasa.
Namun anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Deni Ribowo SE, menilai pengetatan mobilitas warga harusnya dilakukan di tingkat desa/kelurahan.
“Kita lupa menguatkan fungsi PPKM Mikro yang ada di desa/kelurahan. Penyekatan itu harusnya dilakukan di tingkat RT,” tegas dia saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/8).
PPKM Mikro dibentuk berdasarkan Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 Dalam Rangka PPKM di Tingkat Desa/Kelurahan tertanggal 12 Februari 2021.
Politisi Partai Demokrat ini mengatakan bahkan DPRD Provinsi Lampung juga sudah mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang PPKM Mikro yang dituangkan dalam Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Dalam SE Satgas Penanganan Covid-19 terkait PPKM Mikro disebutkan Kepala Desa/Lurah mengoordinasikan Ketua RT/Ketua RW yang ada di dalam wilayah kerjanya untuk menilai kondisi status zonasi, apakah termasuk ke dalam zonasi merah, oranye, atau kuning.
Penilaian kondisi status zonasi wilayah ini mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang PPKM Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Deni Ribowo mengatakan dari penilaian kondisi status zonasi wilayah tersebut, maka Kepala Desa/Lurah dapat menentukan kegiatan pengendalian yang sesuai di wilayahnya.
“Misal di satu desa/kelurahan ada 5 RT, dan di RT ini lebih dari 2 rumah yang sedang melakukan isoman, berarti Zona Kuning. Dimana yang disekat? Satu desa atau satu kampung? Tidak, tapi RT yang 2 rumah ini saja disekat,” jelas dia.
Pengetatan mobilitas warga di tingkat desa/kelurahan ini, lanjut dia, akan lebih memudahkan pemerintah daerah dalam memberikan bantuan sosial bagi warga yang terdampak PPKM Mikro.
“Satu RT itu paling 200 rumah, dan kebutuhan RT itu dipenuhi oleh pemerintah atau masyarakat lainnya,” ujar dia.
Anggota DPRD Provinsi Lampung dari Dapil 5 ini menegaskan rendahnya tingkat testing dan tracing di desa/kelurahan mengakibatkan tingginya tingkat kematian di Lampung.
Sejauh ini, pemerintah daerah dalam pengendalian Covid-19 hanya fokus pada treatment, penanganan di hilir seperti ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.
“Perawatan di rumah sakit itu sektor hilir, sementara hulunya yang harus kita benahi, testing dan tracing,” tutup dia. (Josua)