Bandarlampung (Netizenku.com): Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandarlampung meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap aktivitas dugaan pertambangan batu ilegal yang ada di Kota Bandarlampung.
Tercatat ada 4 aktivitas pertambangan batu yang diduga dilakukan secara ilegal, yaitu pertama, Pertambangan Batu yang berada di Kunyit Kelurahan Bumi Waras, Kecamatan Bumi Waras, kedua Pertambangan Batu di Bukit Kedaung, Tirtayasa Sukabumi, ketiga di Sukabumi, dan keempat Pertambangan Batu pada Gunung Perahu Atau Bukit Onta di Jalan Harimau 4, Kelurahan Sukamenanti.
Selain berdampak terhadap kerusakan lingkungan tambang batu tersebut juga menyebabkan korban jiwa, seperti yang terjadi pada 26 Juli 2020 silam.
Teranyar adalah makin rusak lingkungan dan jalan akibat aktivitas pemotongan bukit, pengerukan bahan galian C di Bukit Campang Raya yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Dalam siaran pers LBH Bandarlampung, Selasa (2/2), disebutkan ancaman kerusakan lahan perbukitan sangat serius dan dapat memicu dampak lain pasca kerusakan lingkungan seperti jalan yang rusak parah akibat mobilitas angkutan bahan galian C dengan truk Colt Diesel dari Jalan Alimuddin Umar kelurahan Campang Raya Kecamatan Sukabumi.
Walaupun beberapa pihak mengklaim aktivitas tersebut sudah memiliki izin usaha pertambangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Bandarlampung, namun hal tersebut perlu ditinjau ulang kembali karena saat ini kewenangan untuk penerbitan izin dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Lampung.
\”Jika memang sudah memiliki izin pun, wajib memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sekitar yang terkena dampak langsung dari aktivitas pertambangan tersebut,\” kata Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan.
Kemudian apabila tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), maka aktivitas tersebut jelas melawan hukum dan merupakan suatu tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa :
“Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).\”
Terlebih beberapa bukit yang ada di Kota Bandarlampung hampir semuanya rusak dikarenakan hampir semuanya beralih fungsi menjadi pertambangan, pemukiman dan wisata.
Sedangkan mengenai wilayah yang memiliki kontur perbukitan, peruntukannya sudah diatur dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandarlampung.
Aktivitas pertambangan pada bukit itu juga mengakibatkan hilangnya bentang alam dan Ruang Terbuka Hijau dan telah melanggar Peraturan Daerah Kota Bandarlampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang RTRW Tahun 2011-2030.
Karena wilayah tersebut bukan merupakan daerah resapan air dan Kawasan cadangan pengembangan juga sebagai bagaian dari Ruang Terbuka Hijau, bukan wilayah Kawasan pertambangan.
\”Pemerintah daerah baik kota maupun provinsi harus bersikap tegas dalam menyikapi permasalahan lingkungan ini, bukan hanya saling lempar tanggung jawab karena kewenangan yang dimiliki masing-masing,\” ujar Chandra.
Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin adalah Pemerintah Provinsi Lampung, namun faktanya secara lokasi, aktivitas pertambangan tersebut berada pada wilayah administratif Kota Bandarlampung.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kota Bandarlampung saling berkoordinasi untuk dapat menghentikan segala macam aktivitas pertambangan batu tersebut yang di duga ilegal.
Kemudian LBH Bandarlampung juga mendesak pihak kepolisian untuk mengusut dan menyelidiki aktivitas pertambangan ini secara komprehensif karena adanya potensi tindak pidana lingkungan yang telah mencemarkan udara, berubahnya bentang alam, hilangnya Kawasan resapan air, bahkan sampai adanya korban jiwa akibat aktivitas pertambangan tersebut. (Josua)