Bandarlampung (Netizenku.com): Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Provinsi Lampung, Erfan Zain, menilai Bawaslu Kota Bandarlampung terkesan lepas tangan dalam menangani kasus dugaan pelanggaran pidana pemilihan di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) setempat.
Hingga saat ini, tercatat 11 pelanggaran pemilihan, dimana 4 laporan dan 7 temuan, yang dibahas oleh Sentra Gakkumdu harus terhenti di pembahasan kedua karena unsur pidana tidak terpenuhi, bahkan ada yang berakhir dengan sanksi administrasi.
\”Itu sebenarnya yang membuat kami bertanya, ada apa. Kasus money politics juga enggak pernah bisa gol, kemudian netralitas ASN juga tidak pernah gol, atau memang ada permainan kita kan enggak tahu,\” kata Erfan di Bandarlampung, Selasa (10/11).
Namun dia berharap, kajian yang dilakukan Bawaslu bersama dua unsur lainnya dalam Sentra Gakkumdu, Kepolisian dan Kejaksaan, tidak mendapatkan intervensi dari manapun.
\”Dalam beberapa kali kita melakukan konfirmasi ke Bawaslu, terkait hal itu memang Bawaslu selalu melemparkan urusan pidana pemilihan kepada kepolisian untuk menginvestigasi lebih dalam,\” ujar dia.
\”Dalam hal ini seolah-olah Bawaslu seperti lepas tangan. Menurut kami ketika itu sudah terbukti ada dugaan pidana pemilihan dan Bawaslu sudah mengkaji itu harusnya diperkuat oleh Bawaslu di Gakkumdu,\” lanjutnya.
Dia menilai Bawaslu dalam melakukan kajian terhadap suatu dugaan pelanggaran pemilihan pasti berdasarkan undang-undang, sehingga Bawaslu diharapkan bisa meyakinkan dua unsur lainnya, Kepolisian dan Kejaksaan, bahwa unsur pidananya terpenuhi.
\”Menurut kami, untuk urusan pidana pemilihan seolah-olah Bawaslu lepas tangan, entah ini cari aman atau tidak, kita enggak tahu,\” tegas Erfan.
Sementara Koordinator Gakkumdu Bawaslu Bandarlampung, Yahnu Wiguno Sanyoto, mengatakan pihaknya selalu melakukan kajian awal, sebelum meregistrasi laporan atau temuan pelanggaran pemilihan. Apabila dinilai sudah mencukupi syarat formal dan materil akan dibahas bersama-sama di pembahasan kesatu.
Hal ini sesuai Peraturan Bersama Ketua Bawaslu RI, Kapolri, dan Jaksa Agung RI Nomor: 5 Tahun 2020, Nomor: 1 Tahun 2020, Nomor: 14 Tahun 2020 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pilkada.
\”Setiap kali kita mendapatkan temuan atau laporan, dalam 1×24 jam, kita selalu melakukan pembahasan di Gakkumdu dalam pembahasan pertama,\” ujar Yahnu.
Pembahasan pertama dilakukan untuk menemukan peristiwa pidananya, kemudian mencari dan mengumpulkan bukti-bukti serta selanjutnya menentukan pasal-pasal yang disangkakan termasuk melakukan hal yang harus dilakukan dalam beberapa hari ke depan dalam proses penanganan pelanggaran.
\”Kita dalam proses itu melakukan kajian pelanggaran pemilihan, dengan mengundang pelapor, terlapor, saksi atau ahli. Sementara penyidik maupun jaksa yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu, berdasarkan peraturan bersama, wajib melakukan pendampingan dalam meminta keterangan dan/atau klarifikasi,\” kata dia.
Namun dalam beberapa kali permintaan klarifikasi, pihak Kepolisian dan Kejaksaan, tidak melakukan pendampingan.
\”Mestinya konfirmasinya jangan dengan Bawaslu, jangan hanya kepada satu lembaga. Silahkan mengonfirmasi juga pendapat dari unsur Gakkumdu yang lain. Jadi tidak subyektif dan tidak dalam satu perspektif sementara di Gakkumdu kan ada tiga unsur; Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan,\” ujarnya.
Hasil dari proses kajian dalam penanganan pelanggaran pemilihan dituangkan dalam dokumen kajian laporan atau temuan.
\”Jaksa melakukan pendampingan dan monitoring dalam proses kajian pelanggaran pemilihan dan penyelidikan. Sementara penyidiknya melakukan penyelidikan. Artinya ketika sudah melalui pembahasan kedua, ketika semuanya sudah menyampaikan pendapat masing-masing, salah satu unsur saja ada yang tidak sependapat, maka akan terhenti,\” pungkas Yahnu. (Josua)