Pesawaran (Netizenku.com): Dalam rangka mendukung pemerintah yang bersih, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, anggota dan staf DPRD Pesawaran ikuti sosialisasi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Materi sosialisasi itu diberikan langsung oleh pihak Kepolisian Resor (Polres) setempat dan Kejaksaan Negeri.
Ketua DPRD Pesawaran, Suprapto, mengapresiasi rencana aksi program pemberantasan korupsi dari aparat penegak hukum dalam rangka penguatan integritas bagi para pejabat dan anggota DPRD setempat, sehingga ke depan dapat terwujudnya penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih transparan dan akuntabel.
\”Mudah-mudahan melalui sosialisasi ini dapat memberikan kita arahan tentang apa pencapaian-pencapaian, baik dari segi administrasi dan juga komitmen yang bisa kita terapkan dapat meningkatkan integritas anti korupsi kolusi dan nepotisme di Kabupaten Pesawaran,\” ujarnya pada kegiatan yang dilaksanakan di ruang sidang DPRD Pesawaran, Rabu (10/3).
Sementara untuk materi dalam sosialisasi Undang-undang Tipikor tersebut diberikan oleh Kasat Reskrim Polres Pesawaran, AKP Eko Rendi Oktama, SH, Kanit Tipikor, Ipda Irfan Romadhon, S.Trk, Kepala Sub Seksi Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pesawaran, Gita Arja Pratama, SH, dan Jaksa Fungsional, Bernadeta, SH.
Seperti halnya yang disampaikan oleh AKP Eko Rendi Oktama, bahwa modus operandi kasus korupsi yang sering digunakan diantaranya adalah kebijakan, perintah, disposisi bertentangan dengan aturan yang berlaku, mengatur sendiri atau mengubah aturan yang ada, mark up, lelang pengadaan barang dan jasa secara fiktif, pengurangan volume barang, membebankan kebutuhan pribadi kepada keuangan negara, memalsukan dokumen, seperti catatan keungan, buku dan bon-bon serta transaksi yang fiktif.
\”Untuk itu, salah satu peran Polri berupaya mencegah agar tidak terjadi korupsi dengan melakukan sosialisasi dan tindak jika sudah terjadi agar tidak berkelanjutan juga menjalin kerja sama dengan badan pemeriksa keuangan atau pembangunan guna teliti tindak pidana korupsi yang terjadi,\” jelasnya.
Sementara itu, Gita Arja Pratama menyampaikan titik rawan terjadinya korupsi di Pemerintah Daerah diantaranya pengadaan barang dam jasa, proses perizinan, dan pembuatan dokumen atau surat keterangan, pengelolaan aset, pengelolaan penerimaan seperti pajak, retribusi dan denda serta penggunaan APBD seperti perjalanan dinas dan honor.
Selain itu, menurutnya Tipikor dikategorikan apabila dalam prosedur pengadaan itu terdapat bantuan suap menyuap, terdapat pegawai negeri atau penyelenggara negara turut serta dalam pengadaan yang diurusnya, kemudian menerima gratifikasi yang berkaitan dengan kelancaran proses pengadaan dan perbuatan melawan hukum lain yang berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara.
\”Namun perlu kita sampaikan juga bahwa koruptor bukan hanya pegawai pemerintah yang melakukan korupsi, namun juga masyatakat yang menyuap pegawai pemerintah. Dan proses penegakan hukum perlu berjalan dengan kepercayaan masyarakat, dan masyarakat berhak turut melakukan pengawasan,\” pungkasnya. (ADV)