PARIWISATA dan ekonomi kreatif Lampung menutup 2025 dengan laju pertumbuhan yang tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Kunjungan wisatawan domestik menembus kisaran 1,35 juta orang, tumbuh sekitar 9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara wisatawan mancanegara meningkat dua digit hingga sekitar 18 ribu orang. Pada saat yang sama, lebih dari 145 ribu UMKM aktif menggerakkan ekonomi lokal dengan kontribusi mendekati 18 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Di tengah kompetisi antardaerah dan tekanan ekonomi global, capaian ini menempatkan Lampung di atas rata-rata pertumbuhan sejumlah provinsi tetangga di Sumatera, menegaskan bahwa pariwisata dan ekonomi kreatif mulai memainkan peran strategis sebagai mesin baru pertumbuhan daerah.
Namun, pertumbuhan cepat selalu datang bersama satu pertanyaan mendasar: apakah Lampung sekadar bertambah ramai, atau benar-benar sedang naik kelas? Dibandingkan daerah yang telah matang secara pariwisata seperti Bali, Yogyakarta, atau Nusa Tenggara Barat, tantangan Lampung kini bukan lagi soal potensi, melainkan kedalaman dampak. Lama tinggal wisatawan masih relatif singkat, belanja per kunjungan belum optimal, dan nilai tambah ekonomi belum sepenuhnya terkunci di tangan pelaku lokal. Di titik inilah 2025 menjadi penanda fondasi telah terbentuk, momentum terbuka, dan keberanian kebijakan akan menentukan arah berikutnya.
Destinasi unggulan seperti Taman Nasional Way Kambas, Pulau Pahawang, Pantai Mutun, dan Geopark Rajabasa tetap menjadi magnet utama, tetapi yang lebih penting adalah meluasnya sebaran aktivitas wisata ke destinasi berbasis alam, budaya, dan komunitas. Perbaikan akses jalan, penataan kawasan wisata, serta bertambahnya akomodasi skala kecil hingga menengah memperbaiki pengalaman wisatawan. Promosi digital, festival budaya, dan event olahraga berbasis alam ikut mengangkat visibilitas Lampung di tingkat nasional. Kontribusi pariwisata terhadap PDRB daerah kini berada di kisaran 4 persen, sedikit di atas rata-rata regional, meski masih jauh dari provinsi yang telah menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu penanda penting 2025 adalah digelarnya Lampung Fest, yang dalam beberapa pekan penyelenggaraannya berhasil memadukan pariwisata, ekonomi kreatif, dan identitas budaya lokal dalam satu panggung besar. Festival ini tidak hanya menghadirkan hiburan dan promosi destinasi, tetapi juga memberi ruang nyata bagi UMKM, pelaku kopi lokal, komunitas seni, dan ekonomi kreatif untuk bertemu langsung dengan pasar. Dengan konsep kolaboratif dan partisipatif, Lampung Fest menunjukkan bahwa event pariwisata tidak harus berhenti pada seremoni, melainkan dapat menjadi instrumen ekonomi yang menggerakkan transaksi, memperluas jejaring usaha, dan memperkuat branding daerah. Ia menjadi contoh bagaimana pariwisata berbasis event mampu menebalkan dampak ekonomi di tingkat akar rumput.
Pertumbuhan pariwisata ini berjalan beriringan dengan menguatnya UMKM dan industri kreatif. Kerajinan tangan, fesyen lokal, kuliner, hingga industri digital kreatif berkembang seiring meningkatnya arus wisata dan perluasan pasar daring. Program digitalisasi UMKM, pemanfaatan e-commerce, festival kreatif, serta pameran dagang membuka akses pasar yang lebih luas, sementara inkubasi usaha dan coworking space di kota-kota besar mulai melahirkan embrio ekonomi berbasis inovasi. Secara komparatif, pertumbuhan UMKM Lampung yang berada di kisaran 7 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata Sumatra yang sekitar 5 persen, menunjukkan agresivitas kebijakan daerah dalam mendorong ekonomi kreatif.
Meski demikian, tantangan struktural masih membatasi lompatan kualitas. Sebagian besar usaha masih bertahan di skala mikro dengan kapasitas produksi terbatas. Akses pembiayaan murah belum merata, sertifikasi dan pengemasan produk belum optimal, serta penetrasi pasar internasional masih sempit. Dalam ekosistem pariwisata, UMKM kerap hadir sebagai pelengkap, belum menjadi pengendali rantai nilai. Wisatawan datang dalam jumlah besar, tetapi belanja yang tertinggal di daerah masih relatif tipis, cuma ramai di statistik, belum tebal di dampak.
Pariwisata dan ekonomi kreatif Lampung pada 2025 menunjukkan relasi yang menjanjikan, tetapi belum sepenuhnya terkunci sebagai mesin pertumbuhan berkualitas. Dibandingkan provinsi yang telah mapan, Lampung unggul dalam laju pertumbuhan, namun tertinggal dalam pendalaman manfaat. Ini bukan kegagalan, melainkan fase pendewasaan. Modal alam, kreativitas masyarakat, dan pasar domestik yang besar sudah dimiliki. Tantangan ke depan adalah keberanian untuk mendorong hilirisasi pariwisata, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memperluas pembiayaan produktif, serta menjadikan UMKM sebagai bagian inti dari pengalaman wisata, bukan sekadar ornamen. Semua itu membutuhkan pembiayaan.
Jika 2025 adalah tahun pertumbuhan, maka tahun-tahun berikutnya harus menjadi fase naik kelas. Lampung memiliki kesempatan untuk memastikan bahwa setiap kunjungan wisata tidak hanya meninggalkan jejak foto dan keramaian sesaat, tetapi juga nilai tambah yang bertahan lebih lama di ekonomi lokal. Di situlah pariwisata dan ekonomi kreatif benar-benar bertransformasi dari sektor yang tumbuh cepat menjadi pilar kesejahteraan yang inklusif dan berkelanjutan.
Kalau mau sektor ini cepat terbang, Lampung jangan pelit anggaran. Sebab sektor ini butuh banyak uang, bukan omong-omong doang!








