Bandarlampung (Netizenku.com): Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandarlampung menilai penyebaran Covid-19 di Provinsi Lampung selama dua pekan terakhir semakin mengkhawatirkan, hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyak daerah dari 15 kabupaten/kota yang berstatus zona merah.
Data teranyar dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lampung pertanggal 09 Agustus 2021 seluruh kabupaten/kota menyandang status zona merah kecuali Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Mesuji.
Direktur LBH Bandarlampung, Chandra Muliawan, mengatakan hal tersebut jelas berbanding terbalik dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), baik mikro maupun darurat, yang ada di Provinsi Lampung dengan makin masifnya penyebaran dan kematian akibat Covid-19.
“Bahkan data termutakhir Kementerian Kesehatan pada 06 Agustus 2021, tingkat kematian akibat Covid-19 Provinsi Lampung yang paling tinggi nomor 2 secara nasional dengan angka kematian atau fatality rate 6.3 persen, sedangkan angka rata-rata secara nasional berada di angka 2,9 persen,” ujar Chandra dalam pernyataan tertulisnya, Senin (9/8).
Di berbagai kesempatan, lanjut dia, Gubernur Lampung maupun para pemangku kebijakan lainnya selalu mengimbau untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat karena melihat kondisi Covid-19 di Lampung yang semakin mencekam.
Namun beberapa kali justru pemerintah daerah sendiri yang abai dengan itu. Seperti contoh adalah vaksinasi massal pada Sabtu, 03 Juli 2021 yang dilakukan Pemprov Lampung melalui Dinas Kesehatan justru menimbulkan kerumunan ratusan orang lebih tanpa menjaga jarak.
Hal ini berpotensi menimbulkan kluster vaksinasi penyebaran Covid-19.
“Hal ini terjadi diduga karena tidak adanya persiapan dan penyelenggara vaksinasi menyikapi antusias masyarakat yang ingin melakukan vaksinasi, dimulai dari tidak adanya rekayasa tempat untuk menghindari kerumunan hingga tidak adanya mekanisme pembagian nomor antrian yang jelas,” kata dia.
Dalam pernyataannya, Chandra juga menyesalkan peristiwa meninggalnya pasien isolasi mandiri dan kelangkaan oksigen.
“Belum lagi adanya kelangkaan oksigen yang terjadi di lapangan, dan hal tersebut tidak langsung diantisipasi oleh pemerintah, bahkan ada beberapa warga yang melakukan isolasi mandiri justru karena tidak terpantau akhirnya meninggal dunia, hal tersebut yang membuat masyarakat sipil di Lampung untuk bergerak saling bahu membahu membantu masyarakat yang terkena Covid-19 seperti penyediaan oksigen gratis serta peminjaman tabung oksigen,” ujar dia.
Warga bantu warga ini, menurut Chandra, dilakukan karena pemerintah daerah sendiri seakan mengabaikan tanggung jawab dan pemenuhan hak-hak jaminan kesehatan warga, dan jelas ini merupakan bentuk pembiaran (by omission).
Kemudian Gubernur Lampung mengklaim penanganan Covid-19 secara nasional di Lampung berada pada posisi 16 dari 34 Provinsi.
Hal ini bukanlah prestasi yang membanggakan dan perlu adanya evaluasi yang secara mendalam dalam penanganan Covid-19 di Provinsi Lampung.
Gubernur juga berkeyakinan dapat merubah zona merah penyebaran Covid-19, dengan catatan tingkat kesadaran masyarakat harus tinggi untuk patuh protokol kesehatan (Prokes).
“Hal ini justru kontradiktif dengan penerapannya yang ada di lapangan, karena beberapa agenda justru pemerintah lah yang seakan melanggar protokol kesehatan itu sendiri,” tegas dia.
LBH Bandarlampung meminta pemerintah daerah Provinsi Lampung untuk pertama, bertindak cepat dan tanggap dalam upaya menurunkan angka kematian akibat Covid-19.
Kedua, jangan membuat kebijakan atau program maupun kegiatan yang justru menimbulkan kerumunan atau menyebabkan potensi penyebaran Covid-19.
Ketiga, adanya sinergitas dengan pemerintah kabupaten/kota dalam penanggulangan virus Covid-19.
“Dan keempat melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana amanat Perda Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 85 ayat (2) Pemprov dapat melakukan pengawasan dalam bentuk evaluasi secara berkala,” tutup dia. (Josua)