Bandarlampung (Netizenku.com): Pada 9 Maret 2021, Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 berdasarkan kesepakatan antara Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Panitia Perancang UU DPD RI.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan implikasi sistem Pemilu Serentak 2024 tanpa revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
\”Ada beberapa catatan terkait sistem Pemilu 2024. Ketika tidak ada revisi UU Pemilu maka dasar Pemilu 2024 adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,\” kata Titi Anggraini lewat akun media sosialnya.
UU Nomor 7/2017 merupakan undang-undang yang sama digunakan pada Pemilu 2019 lalu disertai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah beberapa norma dalam UU Nomor 7/2017.
\”Misalnya Putusan MK Nomor 31 Tahun 2018 yang mengatur tentang jumlah anggota KPU, PPK. Lalu ada Putusan MK tentang Pindah Memilih yang kalau berdasarkan UU 7/2017 diatur pindah memilih paling lambat 30 hari atau satu bulan sebelum hari pemungutan suara. Dalam Putusan MK waktunya dibuat lebih pendek,\” ujar Titi.
Selanjutnya, karena UU 7/2017 tidak direvisi maka implikasinya pada Pemilu Serentak 2024 adalah:
1. Pelaksanaan dasar hukum Pemilu 2024 adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
2. Pemilih akan memilih lima posisi sekaligus yakni Presiden, Anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
3. Pemilu dan Pilkada diselenggarakan pada tahun yang sama, namun beda bulan.
4. Usulan KPU RI, pemungutan suara Pileg dan Pilpres dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024 atau 6 Maret 2024. Sementara pemungutan suara Pilkada pada Rabu, 13 November 2024.
Karena UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak berubah maka pemilih akan memilih 5 posisi sekaligus yang dikenal dengan Pemilu Serentak.
Pemilih akan memilih Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota secara bersamaan pada waktu yang sama. Kecuali Provinsi DKI Jakarta karena tidak ada DPRD Kab/Kota.
\”Apakah desain itu akan tetap digunakan oleh KPU RI? Kita menunggu karena UU Pemilu tidak mengatur bahwa surat suaranya harus ada 5, yang penting posisi yang akan dipilih ada 5 sekaligus melalui Pilpres dan Pileg yang diserentakkan,\” kata Titi.
Dia mengatakan sejauh ini, usulan KPU RI belum ditetapkan karena belum ada Tahapan Program dan Jadwal Pemilu 2024.
Implikasi tersebut di atas berkaitan dengan sistem Pemilu 2024 terkait bagaimana perolehan suara dikonversi menjadi kursi.
\”Ternyata konversi dipengaruhi oleh banyak variabel. Mulai dari besaran alokasi kursi di Dapil (Daerah Pemilihan), metode pencalonan, cara menentukan perolehan kursi oleh partai politik, ambang batas parlemen, dan seterusnya,\” kata Titi.
Titi menjelaskan tanpa revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 maka sistem Pemilu 2024 adalah:
1. Partai politik untuk menjadi peserta Pemilu harus mendaftarkan diri ke KPU.
2. Besaran alokasi kursi di Dapil untuk DPR RI; 3-10 kursi dan DPRD 3-12 kursi.
3. Ambang batas pencalonan Presiden; 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen suara sah Pemilu DPR sebelumnya, Pemilu 2019.
4. Pemberian suara Pemilu Legislatif dengan Sistem Pemilu Proporsional Daftar Terbuka atau mencoblos caleg dan/atau partai politik.
5. Sistem Pemilu DPD; Distrik berwakil banyak atau SNTV (Single Non Transferable Vote), memilih calon DPD.
6. Metode konversi suara partai politik menjadi kursi menggunakan Sistem Saint Lague dimana suara sah setiap partai politik dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3,5,7, dan seterusnya.
7. Ambang batas parlemen 4 persen untuk DPR RI dan 0 persen untuk DPRD.
\”Partai politik bisa menjadi peserta Pemilu 2024 dengan mendaftarkan diri kembali ke KPU meskipun saat ini ada 9 partai politik yang sudah memiliki kursi DPR RI,\” ujar Titi.
Pada Pemilu 2019 lalu ada 16 partai politik peserta Pemilu, dari 16 hanya 9 yang lolos ke DPR RI. Tujuh partai politik tidak mendapatkan kursi DPR RI.
\”Tapi tetap saja semua partai politik, punya kursi di DPR RI atau tidak, kalau ingin menjadi peserta Pemilu 2024, mereka harus mendaftarkan diri kembali ke KPU,\” tegas dia.
Partai politik yang ingin menjadi peserta Pemilu 2024 juga harus memenuhi persyaratan di antaranya memiliki kantor di seluruh provinsi di Indonesia, memiliki kantor di 75 persen kab/kota di setiap provinsi yang ada di Indonesia.
Kemudian memiliki kantor 50 persen di kecamatan di kabupaten/kota yang 75 persen, serta memiliki anggota paling sedikit 1 per 1.000 di setiap kabupaten/kota atau 1.000 per kabupaten/kota, dan memiliki kepengurusan perempuan paling sedikit 30 persen di tingkat pusat.
Dari sisi desain sistem, lanjut Titi, selama undang-undangnya tidak berubah, maka UU Nomor 7 Tahun 2017 tetap digunakan untuk Pemilu 2024.
\”Namun sangat mungkin akan ada perubahan-perubahan atau pengembangan terkait teknis pelaksanaan,\” pungkas dia. (Josua)