Bandarlampung (Netizenku.com): Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Lampung menilai pemerintah provinsi belum serius menyikapi persoalan pencabutan izin yang dikantongi PT Lautan Indonesia Persada (PT LIP), atas aktivitas penambangan di sekitar Gunung Anak Krakatau (GAK).
Direktur Eksekutif WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, mengatakan bahwa pemprov dinilai plin-plan dalam menegaskan perizinan yang dimiliki PT LIP.
Melalui pernyataan Kepala Dinas ESDM Provinsi Lampung, Prihartono, PT LIP telah mengantongi izin dan masih berlaku hingga 26 Maret 2020 mendatang. Hal tersebut sangat bertentang dengan pernyataan DPRD Provinsi Lampung pada Rapat Dengar Pendapat DPRD Provinsi Lampung bersama WALHI dan Masyarakat Pulau Sebesi, Selasa (17/10) lalu.
\”Provinsi Lampung sudah tidak ada lagi alokasi untuk pertambangan laut, kecuali untuk minyak dan gas bumi, dan apabila ada pertambangan laut yang telah terbit izin maka izin tersebut batal demi hukum,\” tegasnya.
Selain itu pernyataan dari Kepala Dinas ESDM Provinsi Lampung, Prihartono, Senin (25/11), juga bertentangan dengan pernyataan dari Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung, Fahrizal Darminto, terkait perizinan yang dimiliki oleh PT LIP saat ini sudah tidak berlaku.
Hal senada juga diutarakan Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Lampung, Taufik Hidayat, yang menegaskan tidak ada perusahaan yang boleh melakukan aktivitas penambangan pasir di kawasan Gunung Anak Krakatau (GAK).
\”Dari hal tersebut saatnya Pemerintah Provinsi Lampung bertindak tegas mencabut IUP-OP yang dimiliki PT LIP, agar ke depan tidak ada lagi ancaman terhadap lingkungan hidup dan keresahan di tingkat masyarakat yang dapat menyebabkan konflik sosial,\” ujarnya.
Diketahui, Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) PT Lautan Indonesia Persada dengan Nomor: 540/3710/KEP/II.07/2015 dikelaurkan oleh Kepala Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Satu Pintu Provinsi Lampung dan ditanda tangani oleh Drs. Budiharto pada tanggal 26 maret 2015.
Walhi menegaskan perizinan tersebut dalam penerbitannya cacat administrasi. Hal itu karena tidak sesuai dengan Amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu di dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Lampung Tahun 2018 – 2038 juga tidak ada peruntukan ruang laut untuk pertambangan kecuali pertambangan minyak dan gas bumi.
Ia mengatakan bahwa PT LIP sudah berani dan nekad melakukan penambangan pasir laut di perairan laut Kabupaten Lampung Selatan tepatnya di kordinat S 06O 00.825’ E 105o 33.059’ yang berada diantara pulau sebesi dan Gunung Anak Krakatau.
\”Bersdasarkan hasil turun lapangan WALHI Lampung bersama HNSI Lampung selatan dan Masyarakat Pulau Sebesi pada hari minggu tanggal 24 November 2019 didapatkan temuan adanya aktifitas PT LIP yang beroprasi dengan menggunakan 1 Unit Kapal Keruk KM Mehad 1, 1 Unit Kapal Tongkang dan 1 Unit Kapan Tunda (Tug Boat),\” ungkapnya.
Pada saat yang bersamaan pula sempat dilakukan aksi damai oleh masyarakat pulau sebesi dan HNSI Lampung selatan untuk meminta pihak PT LIP berhenti melakukan aktivitas penambangan.
Namun hasil dalam aksi tersebut PT LIP masih tetap bertahan dan akan melakukan aktifitasnya dengan dasar izin yang dimiliki. Penolakan masyarakat Pulau Sebesi, Pesisir dan nelayan Banten pun dihiraukan.
\”Apabila kapal tidak berhenti menambang maka akan memicu tindakan anarkis dari masyarakat,\” jelasnya.
Selain itu, dalam kasus tersebut belum adanya tindakan tegas dari aparat hukun yang berwenang.
\”Ada dua orang yang memakai baju polisi dan menggunakan senjata laras panjang, diduga turut mengamankan dan mengawal aktifitas penambangan. Polariut yang berada dilokasi pun tidak melakukan tindakan apapun. Hanya melerai masyarakat agar tidak anarkis,\” bebernya. (Adi)