Liwa (Netizenku.com): Tim Reaksi Cepat TNBBS dan Tim Wildlife Rescue Unit, berhasil menyelamatkan satu ekor harimau Sumatera yang terjerat di Batu Ampar kecamatan suoh Lampung Barat, Kamis (4/7).
Berdasarkan rilis yang diterima Netizenku.com, Selasa (2/7) sekitar Pukul 12.37 WIB, tim survei kamera jebak (Camera trap) harimau Sumatera dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan NGO konservasi Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP) menemukan seekor harimau Sumatera dalam kondisi terjerat di dalam hutan kawasan TNBBS, tepatnya di Resort Suoh, Kabupaten Lampung Barat, yang suara aumannya terdengar dari jarak 1 Km.
Atas temuan harimau Sumatera yang masih sangat aktif tersebut, ketua tim survei Taufik Hidayat, Polhut TNBBS, langsung melaporkan kejadian Balai Besar TNBBS, dan ditindaklanjuti oleh Direktorat KKH yang kemudian meminta Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung untuk menurunkan Tim Reaksi Cepat TNBBS dan Tim Wildlife Rescue Unit.
Untuk menyelamatkan harimau Sumatera yang populiasinya terus terancam, BKSDA Bengkulu-Lampung langsung menurunkan tim medis drh Erni Suyanti dan drh Karyo dan rescue yang terlatih dalam penanganan dan evakuasi satwa terjerat.
Langkah selanjutnya, Rabu (3/7) pukul 13.26 WIB, tim WRU sampai di lokasi desa terdekat dari posisi harimau terjerat, di Batu Ampar, Kecamatan Suoh, Lampung Barat, dan segera mempersiapkan peralatan bius, dan kandang angkut. Proses rescue dilakukan dengan pembiusan dan tindakan medis yang diperlukan untuk mengobati luka jerat terutama bagian kaki dan perut yang mengalami luka akibat jerat.
Lalu, pada Kamis (4/7) pukul 03.00 WIB, proses evakuasi harimau terjerat berjalan dengan lancar dan baik. Harimau tersebut kemudian dibawa ke Lembaga Konservasi Lembah Hijau Lampung untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS), Ir. Agus Wahyudiyono, menyatakan bahwa ancaman terhadap eksistensi harimau sumatera sebagai satwa langka dan endemic di Pulau Sumatera cukup tinggi.
\”Kami telah menerapkan sistem patroli perlindungan kawasan sejak tahun 2014, bersama para mitra NGO dari WCS-IP, YABI dan WWF serta Sumatran Tiger Project GEF-UNDP. Kejadian ini menandakan bahwa ancaman terhadap eksistensi harimau masih tinggi dan serius, untuk itu kami akan memperkuat sistem patroli perlindungan ini menjadi lebih intensif, dan akan menelusuri pemburu dan jaringan mana yang terlibat untuk segera ditindak,\” kata dia.
Sementara, Kepala Balai BKSDA Bengkulu – Lampung, Ir. Donal Hutasoit, M.E, mengemukakan bahwa BKSDA telah mempunyai tim Wildlife Rescue Unit (WRU) yang terdiri dari Polhut dan Dokter Hewan yang bertugas untuk menyelamatkan dan menangani konflik satwa liar.
\”Respon terhadap harimau yang terjerat harus dilakukan dengan cepat, agar satwa tersebut dapat diselamatkan. Selanjutnya satwa ini akan dititipkan sementara di Lembaga Konservasi sampai kondisi membaik dan siap dilepasliarkan kembali,\” jelasnya.
Diketahui bahwa harimau Sumatera merupakan satwa langka yang dilindungi oleh Undang Undang di Indonesia, serta masuk dalam status Critically Endanger. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu subspesies harimau yang tersisa yang masih dimiliki Indonesia. Dua kerabat lainnya, harimau Bali dan harimau Jawa telah punah pada tahun 1940-an dan 1980-an dan saat ini harimau sumatera tengah menghadapi tekanan dan ancaman perburuan dan hilangnya habitat alami akibat kegiatan manusia.
Direktorat KKH KSDAE telah memiliki program pemantauan harimau sumatera di Kawasan konservasi. Bekerjasama dengan mitra, saat ini sedang dilakukan Sumatran Tiger Wide Survey di seluruh kantong populasi harimau sumatera baik di dalam Kawasan konservasi maupun di luar Kawasan konservasi.
Sebanyak 74 tim survei (354 anggota tim) dari 30 lembaga diturunkan untuk melaksanakan survei di 23 wilayah sebaran harimau seluas 12,9 juta hektar, yang 6.4 juta hektar di antaranya adalah habitat yang disurvei pada SWTS pertama. Tercatat 15 unit pelaksana teknis (UPT) KLHK, lebih dari 10 KPH, 21 LSM nasional dan internasional, dua universitas, dua perusahaan, dan 13 lembaga donor yang telah bergabung mendukung kegiatan SWTS. Diharapkan pada tahun 2019, didapatkan data populasi dan kantong habitat harimau sumatera. (Iwan)