Bandarlampung (Netizenku.com): Panen padi dalam waktu bersamaan di Lampung Barat (Lambar), ternyata hanya mampu menekan harga beras dalam waktu yang singkat. Sebab, gabah kering petani sebagian besar dijual kepada tengkulak ke luar daerah Lampung Barat, bahkan hingga ke provinsi lain.
Hal ini diperparah ketika Badan Usaha Milik Daerah Pesagi Mandiri Perkasa (BUMD-PMP) setempat, tidak melakukan inovasi dan berkreasi dalam menjalankan usaha seperti menjadi mitra petani dalam menyelamatkan harga gabah dan beras di Lambar.
Menanggapi hal ini, Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi (Perppadi) Lampung, Midi Ismanto mengatakan, sudah lumrah jika tengkulak dari luar daerah \’bermain\’ di suatu daerah yang memiliki padi atau beras surflus.
\”Ini sudah biasa, artinya tengkulak ini secara langsung mendistribusikan (menjual) gabah ke daerah yang dinilai kekurangan, atau daerah yang sawahnya minim,\” ujar Midi, kepada Netizenku.com, Jumat (13/4).
Namun menurutnya, ketika gabah didistribusikan ke provinsi lain, sesuai dengan perda yang ada, akan dikenai biaya retribusi gabah. \”Perda ini fungsinya membuat efek jera bagi tengkulak, selain itu juga untuk mengetahui produktivitas gabah atau beras di suatu daerah,\” jelasnya.
Saat ini, kata dia, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Jadi, apabila suatu daerah memproduksi gabah secara melimpah atau overload, maka didistribusikan ke daerah lain yang masih dibilang minim.
\”Kita ketahui, di Lampung Tengah atau daerah lainnya, memiliki banyak mesin penggilingan padi, dan sangat memungkinkan jika padi ini didistribusikan ke daerah tersebut,\” ucapnya.
Sebab menurutnya, sesuai aturan perda, sah-sah saja, keluar daerah pun boleh asal disesuaikan dengan harga.
Sebelumnya diberitakan, Anggota DPRD Lampung Barat, Heri Gunawan mengatakan bahwa pihaknya sangat berharap Badan Usaha Milik Daerah Pesagi Mandiri Perkasa (BUMD-PMP), melakukan inovasi dan berkreasi dalam menjalankan usaha seperti menjadi mitra petani dalam menyelamatkan harga gabah dan beras di Lambar.
\”Saat panen tiba, gabah di Lambar melimpah, dan sayang sekali yang membeli gabah ribuan ton tersebut adalah para tengkulak yang datang dari luar daerah Lambar, itu karena BUMD PMP tidak melakukan inovasi dan tanpa kreasi dalam menjalankan badan usaha milik daerah tersebut,\” kata Heri, Selasa (10/4).
Hal itu, kata dia, menyebabkan harga gabah di tingkat petani ditentukan oleh tengkulak, sementara harga beras pasca panen pasti kembali akan merangkak naik, itu karena pedagang beras yang ada di Lambar harus mendatangkan barang dari luar daerah.
\”Sekarang panen, coba liat secara langsung para tengkulak dari berbagai daerah terutama dari Kota Metro, mengambil langsung gabah petani dari sawah, dan harga mereka (Tengkulak,red) yang menentukan,\” sesal Heri.
Untuk itu, harap politisi Partai Demokrat ini, BUMD PPM bisa mengambil peran, yakni membeli langsung gabah yang dihasilkan petani, karena selain harga bisa sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi), juga bisa menstabilkan harga beras pasca panen.
\”Kalau gabah petani di tampung oleh BUMD PMP, selain membeli harga gabah sesuai HET, juga akan menstabilkan harga beras, karena ketika pasca panen, BUMD bisa melepas gabah dan berasnya di pasar lokal,\” ujar Heri. (Rio)