Bandarlampung (Netizenku.com): Tidak lama lagi Lampung akan ketiban sebuah keberkahan karena dipercaya sebagai tuan rumah dalam perhelatan forum tertinggi, organisasi ulama terbesar sedunia itu (NU).
Betapa tidak sebagai sebuah organisasi yang telah berdiri sejak lama yakni tahun 1926 secara struktural namun amaliah, fikroh dan harokahnya sudah lama berkembang jauh sebelum dibentuknya ormas terebut.
Secara struktural dan organisatoris. Artinya sumbangsih ulama-ulama NU sudah jauh sebelum republik ini berdiri yakni sejak penjajah menginvasi Indonesia prakarsa Hadratul Syech K.H Hasyim Asy’ary telah membangkit semangat pemuda untuk berjuang dengan giroh resolusi jihadnya serta fatwa hubbul wathon minal iman.
Fatwa tersebut yang membakar semangat juang para pemuda dan sudah lekat di kalangan masyarakat Indonesia bahkan sebagian beranggapan itu sebagai salah satu hadist, (padahal fatwa Mbah Hasyim) karena begitu dahsyatnya serta tulusnya Mbah Hasyim untuk mengusir penjajah dengan membakar semangat para pemuda baik dari kalangan NU maupun lainnya.
Bahkan konon sebelum Bung Tomo sebagai pemimpin arek-arek Suroboyo kala itu meminta restu kepada Mbah Hasyim terlebih dahulu sebelum terjun ke medan pertempuran. (wallahu a’lam bissawaf).
Begitu mencekam situasi saat itu, namun yang menjadi menarik adalah kesetiaan anak-anak muda NU kepada para kyai sebagai wujud takdzim santri atas kyainya dengan menganut falsafah samikna wa’athokna. (aku dengar aku laksanakan).
Begitulah kesejatian santri sebagai wujud patuh dan hormat kepada para kyai.
Bagaimana konteks Muktamar Ke-34 NU di Lampung?
Tinggal menghitung hari apakah akan dimajukan pada bulan Desember atau dimundurkan pada akhir Januari tahun depan, semua tergantung keputusan para Kyai di PBNU menetapkannya.
Kapan saja kita harus terima sebab sebagai anak dan warga nahdliyin kita sebaiknya samikna wa’athokna (mengikuti konsensus para kyai). Semoga dapat disepakati waktu yang tepat dan mendapat ridho serta rahmat-Nya.
Sebagai tuan rumah, karena penulis adalah salah satu dari putra daerah Lampung dan sekaligus juga kader dari banom NU (anak NU), sudah sepatutnya menerima, menyambut dengan ramah-tamah atas kedatangan para ulama sebagai pewaris nabi itu sebab beliau-beliau para muktamirin sebagai warasatul anbiya (pewaris para nabi).
Sebagai anak-anak beliau, baik itu dari santri tulen ataupun santri organisasi yang tentu, harus patuh dan bersikap sebagai mana perilaku orang nahdliyin.
Semoga muktamar ini membawa keberkahan dan kesejukan bagi Tanah Lada ini. Aamin ya robbal alamin. Tabikpun, nyuwon sewu. (Rls)