Kalau Dia Menang, Kita Plesiran

Redaksi

Kamis, 29 Maret 2018 - 19:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

(Foto Ilustrasi: Netizenku)

(Foto Ilustrasi: Netizenku)

SAAT SEDANG menyeruput kopi buatan istri pagi tadi, phone saya yang sudah tidak smart lagi lantaran pernah diguyur air mineral oleh pejantan cilikku, berdering.

Seorang teman lama menelepon. Teman saya ini pernah sama-sama satu kantor dengan saya pada sebuah penerbitan berkala -tapi bukan sejenis media yang kala terbit dan kala tak terbit- sumpah, media berformat tabloid itu beneran terbit rutin saban minggu.

Kebetulan idealisme pemilik medianya masih kental. Dia berprinsip yang namanya media mesti komit dengan labelnya sendiri. Harus berkesinambungan. Kalau kehadirannya muncul tenggelam tak tentu waktu, namanya bukan media, tetapi brosur mirip seperti yang suka dibagi-bagikan oleh pedagang.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pokoknya owner mingguan tempat saya dan teman saya dulu bekerja itu, memang dikenal saklek. Saking kencang genggam prinsip, akhirnya media miliknya colaps.

Salah satu penyebab utamanya ya itu tadi, karena keseringan menolak kerjasama ini-itu yang menurutnya berpotensi mengerdilkan kemerdekaan jiwa pers. Pimpinan saya itu pernah bilang, miskin itu hanya soal sudut pandang, sedangkan menjaga harkat martabat profesi jurnalis cuma bisa dilihat dari satu sisi; wajib dijunjung. Beuh!

Baca Juga  Puluhan Peratin di Pesbar tak Nyenyak Tidur

Lantaran \’tikar\’ tempat kami mencari nafkah sudah digulung. Terpaksa kami hengkang. Bubar barisan, kocar kacir. Saya memutuskan buka media sendiri, media lunik \’kecil-kecilan aja\’, sedangkan kawan saya tadi sempat hijrah ke Jakarta.

Lama kami tak sekontakan juga tak pernah bersua. Dia kembali lagi ke Lampung selang beberapa tahun kemudian. Sempat say hello via ponsel, tapi tak bicara banyak.

\"\"

Saat saya tanya apa masih menulis, dia bilang iya. Waktu ditanya di media apa, dia sebut sebuah nama. Tapi sayangnya, atau karena saya kurang bergaul, saya tidak familiar dengan nama media itu. Usai obrolan tersebut praktis kami tak pernah bertemu atau calling-an untuk waktu yang cukup lama

Tapi dua hari lalu dia kontak saya. Kali ini obrolannya cukup panjang. Tapi entah mengapa tidak ada di antara kami yang melontarkan inisiatif untuk bertemu. Bukankah ngobrol panjang lebar lebih afdol kalau dilakukan sambil tatap muka? Entahlah, yang jelas saat itu ia lebih banyak nyerocos. Tepatnya ngocehin saya.

Baca Juga  Hendak Ngantor, Asisten III Tubaba Kecelakaan

Dia bilang, setelah dia amati dari jauh, koran harian saya mirip bonsai. Tetap rutin terbit tapi kagak berkembang. Dia bilang saya tidak belajar dari kegagalan media tempat kami sama-sama bekerja dulu.

Dia juga bilang waktu saya cuma dihabiskan buat ngurusin motor-motor murahan tapi didandani biar mirip moge karena tidak terbeli Harley-Davidson. Dia pun mengeritik saya yang dia sebut sastrawan kafiran, lantaran demen bacain buku sastra tapi tak punya karya sastra.

Tak berhenti sampai di situ, dia juga bilang kalau saya tidak jeli melihat peluang. Buktinya, punya media tapi \’dianggurin\’ tak dimanfaatkan optimal. Padahal mestinya media massa bisa panen rezeki di waktu-waktu krusial seperti sekarang ini.

Maklum saja Lampung sedang gelar pesta demokrasi, lagi mau milih gubernur. Hampir semua pasangan calon (paslon) peserta Pemilukada jor-joran tebar duit nyawer media, sebagai mahar untuk merangkul atau lebih tepatnya menaklukkan media, untuk kemudian digembalakan persis binatang perahan.

Baca Juga  Membahas KONI Lampung Sekali Lagi

Dia juga mengkritik pola pemberitaan media saya yang mubazir. Sebab, lebih sering memberitakan salah satu pasangan calon pilgub yang dikenal paling bokek di antara kandidat lainnya. Dia timpali lagi bahwa dia tahu saya tidak dapat apa-apa dari berita-berita semacam itu. Untuk perkara yang satu ini dia masih tambahkan lagi ucapannya dengan menyebut saya naif. Ups!

Jangan selalu kedepankan kata hati, begitu ucapnya. Walau, sambung dia lagi, merawat kata hati tetap harus diteruskan, asal tahu penempatan. Jangan sampai kebablasan. Mestinya disaat orang ramai sedang berdendang sambil bergoyang seiring langgam pesta, kita juga ikutan bergoyang.

Bila tak terbiasa melenggang, ya setidaknya menggoyangkan kedua jempol tangan. Itu pun jadilah, yang penting turut menikmati semarak pesta. Yuhuuu..!

Berita Terkait

Bumi Manusia dan Penawaran Pelajaran Hidupnya
Demokrasi Lampung Rusak, Penyelenggara Sibuk “Main Mata” dengan Caleg
Pasca Jadi Bahasa Resmi UNESCO, Ini Tindak Lanjut Kantor Bahasa Provinsi Lampung
Jungkir Balik Juga Perlu Pelumas
Kerja Keras Atlet Porprov IX Lambar Akankah Terima Apresiasi?
Wahyuda Pratama Wakili Lampung Jambore Pelajar Teladan Bangsa IX
Puluhan Peratin di Pesbar tak Nyenyak Tidur
Tak Berhenti di Sepuluh

Berita Terkait

Kamis, 28 Maret 2024 - 16:28 WIB

Tubaba Akan Beri Bantuan Unggas Untuk Keluarga Beresiko Stunting

Kamis, 28 Maret 2024 - 14:10 WIB

Pemkab Tubaba Siap Salurkan THR Kepada 3256 Penerima

Kamis, 28 Maret 2024 - 13:43 WIB

Pemkab Tubaba Siap Salurkan Dana Hibah Parpol Pileg 2019

Kamis, 28 Maret 2024 - 13:14 WIB

PUPR Tubaba Wujudkan Konektivitas Jalan Mantap Antar Wilayah

Kamis, 28 Maret 2024 - 13:02 WIB

Jelang Idul Fitri Pemkab Tubaba Gelar GPM

Kamis, 28 Maret 2024 - 12:21 WIB

Target PAD Tubaba Over 100,15 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 - 10:11 WIB

Tubaba Tingkatkan Taraf Hidup Lewat Rumah Layak Huni

Rabu, 27 Maret 2024 - 21:40 WIB

Tubaba Berhasil Tekan Laju Inflasi Daerah

Berita Terbaru

Tulang Bawang Barat

Tubaba Akan Beri Bantuan Unggas Untuk Keluarga Beresiko Stunting

Kamis, 28 Mar 2024 - 16:28 WIB

Tulang Bawang Barat

Pemkab Tubaba Siap Salurkan THR Kepada 3256 Penerima

Kamis, 28 Mar 2024 - 14:10 WIB

Pringsewu

Pj Bupati Pringsewu Panen Perdana Padi Organik Teknologi BBM

Kamis, 28 Mar 2024 - 14:05 WIB